Jumat 10 Mar 2017 17:36 WIB

Korban Gusuran Curhat Kehilangan Hak Pilihnya kepada Ketua MPR

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua MPR Zulkifli Hasan menemui perwakilan korban gusuran Kampung Aquarium, Kali Jodo dan Bukit Duri. .
Foto: Amri Amrullah
Ketua MPR Zulkifli Hasan menemui perwakilan korban gusuran Kampung Aquarium, Kali Jodo dan Bukit Duri. .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan warga gusuran dari tiga tempat gusuran, Kampung Aquariun, Kalijodo dan Bukit Duri berkumpul di rumah Ketua RT 03, RW 11, Bukit Duri, Haji Maru. Puluhan warga korban gusuran di tiga tempat ini menyampaikan keluhan mereka kepada Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan yang memang sengaja diundang warga.

Bersama Romo I Sandyawan Sumardi dan Jaya Suprana, Zulkifli mendengarkan masukan tiga warga gusuran dari perwakilan Kampung Aquarium, Kalijodo dan Bukit Duri. Ketua RT 03, RW 11 Bukit Duri Haji Maru, menyampaikan keluhan warga korban gusuran Bukit Duri yang dipaksa agar pindah ke rumah susun sewa jauh dari mata pencaharian dan sumber pekerjaan warga.

Padahal, kata dia, warga yang tergusur sebenarnya tidak mampu secara ekonomi untuk membayar rumah susun sewa Rawa Bebek. "Banyak warga yang tidak bisa membayar sewa akhirnya harus kembali mengontrak, padahal rumahnya telah digusur," kata Haji Maru dihadapan Ketua MPR RI, Jumat (10/3).

Bukan hanya kehilangan tempat tinggal, warga yang tergusur juga mengaku telah kehilangan haknya sebagai warga negara. Hak hidup tenang dan hak politik yang hilang. Leonard Eko Wahyu, Warga Kalijodo yang hingga kini harus mengungsi ke Ciledug, mengatakan ratusan warga Kalijodo yang tergusur telah dihilangkan hak politiknya oleh Pemerintah DKI.

Ia mengungkapkan setelah wilayah Kalijodo digusur, Lurah Penjagalan langsung menginstruksikan penghapusan struktur RT/RW setempat. Padahal masih banyak warga yang membutuhkan status tempat tinggal di sana, seperti ketika ia harus mengurus kelahiran anaknya. Begitupula ketika ia dan warga Kalijodo ketika akan menyalurkan hak pilih di Pilkada DKI Februari kemarin.

"Hak pilih warga pun banyak yang hilang. Ada 300-an yang tidak bisa mencoblos. Justru banyak warga keturunan yang dari Pluit yang berbekal surat keterangan malah bisa ikut mencoblos," kata dia.

Eko pun mengaku sebenarnya telah mengeluhkan ketidakadilan ini kepada Ombudsman bahkan kepada Dukcapil. Tapi lagi-lagi tidak ada solusi yang bisa direalisasikan kepada warga, sehingga upaya mereka mengadu soal ketidakadilan Pemprov DKI ini seakan sia-sia.

Hal yang sama dirasakan Dharma Diyani, Warga Kampung Aquarium yang menegaskan hak politiknya sebagai warga Jakarta sudah hilang. Sejak rumahnya digusur April tahun lalu, ibu muda ini juga tidak terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap), sehingga hak politiknya pada Pilgub DKI juga tidak bisa tersalurkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement