Rabu 08 Mar 2017 22:42 WIB

DIY Susun Buku Panduan Bantuan Hukum Bagi Difabel

Rep: Yulianingsih/ Red: Yudha Manggala P Putra
Seorang siswa Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna membaca modul simulasi saat mengikuti pelatihan dan simulasi keselamatan kebakaran domestik untuk komunitas difabel Indonesia di Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (7/2).
Foto: Mahmud Muhyidin
Seorang siswa Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna membaca modul simulasi saat mengikuti pelatihan dan simulasi keselamatan kebakaran domestik untuk komunitas difabel Indonesia di Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tahun ini Biro Hukum Setda Pemda DIY tengah menyusun buku panduan untuk bantuan hukum bagi penyandang disabilitas di DI Yogyakarta. Buku panduan ini sedianya akan menjadi acuan pelaksanaan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas hingga memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).

Bagyo Nugroho dari  Biro hukum Setda DIY mengatakan, peraturan gubernur no 60 tahun 2016 tentang tata cara bantuan hukum penyandang disabilitas belum bisa dilaksanakan secara maksimal di DIY. Pergub tersebut merupakan penjabaran dari. Perda no 4 tahun 2012 tentang perlindungan disabilitas.

"Pelaksanaan Pergub ini masih ada kendala karena belum adanya panduan pendampingan bantuan hukum bagi disabilitas. Karenanya tahun ini buku panduannya kita susun," ujarnya saat menjadi pembicara dalam Semiloka penyusunan panduan sinergi penanganan dan pemulihan perempuan disabilitas yang mengalami kekerasan di DIY, Rabu (8/3).

Menurutnya, pendampingan hukum bagi penyandang disabilitas ini bisa dilakukan untuk perkara tata usaha negara, pidana maupun perdata.

Melalui buku panduan ini akan dijabarkan tentang tata cara pendampingan, siapa yang memberi bantuan, penerima bantuan dan lain-lain. "Pelaksanaan pendampingan hukum belum dilaksanakan karena belum ada buku ini. Kita tidak mau nanti ada temuan sehingga kita bekerja tetap sesuai aturan," ujarnya.

Jika buku tersebut selesai tahun ini maka 2018 pihaknya akan menganggarkan dana bantuan pendampingan hukum bagi penyandang disabilitas. Pendampingan hukum akan dilakukan bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum.

Sementara itu Ari Siswoputro dari Bappeda DIY mengatakan, dari data statistik jumlah disabilitas DIY terbanyak kedua se-Indonesia pada 2012. Dari data itu terbanyak mengalami disabilitas mental. "Sebagian besar penyandang disabilitas tidak bekerja dan ini menjadi konsen kita," ujarnya.

Salah satu penanganan untuk disabilitas ini adalah dengan mendorong munculnya sekolah inklusi, pelatihan kerja, bursa kerja khusus dan beberapa program lainnya.

Salah satu LSM disabilitas dari Gunungkidul Isikap, Mujiyono mengatakan, selama ini kasus difabel yang berhadapan dengan hukum di Gunungkidul cukup banyak. "Tapi yang bisa diproses secara hukum hanya sedikit. Sebagian besar diselesaikan secara kekeluargaan bahkan menutup diri," ujarnya.

Karena itulah kata dia, pendampingan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas sangat penting dilakukan.

Hal senada diungkapkan Siti hartati dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta. Menurutnya, di Kejari Yogya memang ada penanganan hukum bagi penyandang disabilitas namun jumlahnya masih  terbatas. "Kita tidak tahu bagaimana sebenarnya apakah banyak tetapi tidak diproses atau bagaimana," katanya.

Namun kata dia, perkara hukum bagi penyandang disabilitas yang masuk ke Kejari memang sering  tidak ada pendamping hukum. Akibatnya penyidik seringkali kesulitan berkomunikasi dengan penyandang disabilitas ini. "Pemeriksaan di penyidikan hasil psikologi ada, tetapi lebih baik kalau ada pendmapung dari pihak lain sampai selesai," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement