Rabu 08 Mar 2017 17:37 WIB

GNPF: Mantan Cawagub Ahok di Babel Kuatkan Motif Penistaan Agama

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (kedua kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (kedua kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke-13 Selasa (8/3) kemarin, ikut menghadirkan mantan calon wakil gubernur Ahok di Bangka Belitung, Eko Cahyono  sebagai saksi yang meringankan (a de charge).

Anggota tim advokasi Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Nasrulloh Nasution menilai langkah menghadirkan saksi meringankan ini justru menguatkan motif Ahok menistakan agama.

Nasrulloh menilai Eko Cahyono yang pernah berpasangan dengan Ahok di Pilkada Bangka Belitung pada 2007 lalu seolah ingin menjelaskan bagaimana mereka merasa dicurangi di pilkada saat itu.

Eko yang juga kini menjabat Wakil Rektor II Universitas Darma Persada memberikan keterangan sebagai saksi kurang lebih satu setengah jam. Ia memaparkan muncul berbagai selebaran yang berisi kata-kata "jangan memilih pemimpin non-Muslim".

Nasrulloh melanjutkan, menurutnya ini adalah faktor yang menjadi sumber penyebab kekalahan di Pilkada Bangka Belitung tahun 2007.

Saksi mengatakan pernah mendengar ceramah di Masjid yang menyerukan agar tidak memilih pemimpin non-Muslim. Meskipun ketika ditanya Jaksa, saksi kemudian tidak bisa menjelaskan siapa yang memberikan ceramah tersebut. "Saya tidak tahu apakah politisi atau ustaz yang memberikan ceramah tersebut", ujar Eko yang pernah menjadi bawahan Ahok di Pemkab Belitung Timur.

Nasrulloh yang ikut menyaksikan persidangan menilai cerita saksi itu, yang merasa dicurangi dengan selebaran-selebaran dan ceramah 'jangan memilih pemimpin non-Muslim', justru menguatkan adanya motif untuk menista Surat Al Maidah 51.

Menurutnya, saksi dan Ahok sudah merasa bahwa gagalnya mereka menjadi Gubernur Bangka Belitung tahun 2007 disebabkan isi Surat Al Maidah 51 yang melarang umat Muslim memilih pemimpin non-Muslim.

"Jikalau kehadiran saksi ini dianggap meringankan Ahok, saya justru menganggap ia (saksi) memberatkan Ahok," jelas Nasrulloh kepada Republika.co.id, Rabu (8/3).

Karena itu, GNPF menilai langkah Penasehat Hukum Ahok menghadirkan saksi ini adalah blunder yang fatal karena selain menguatkan adanya motif untuk menista, keterangan saksi ini banyak yang tidak berkaitan dengan pokok perkara. "Menghadirkan saksi mantan Cawagub Bangka Belitung adalah blunder fatal Penasehat Hukum Ahok", katanya menegaskan.

Saksi bahkan tidak mengetahui persis kalimat yang diucapkan Ahok di Kepulauan Seribu. Saksi juga mengaku tidak mengetahui apakah Ahok menyinggung-nyinggung Surat Al Maidah 51 dalam kesempatan lain. Meskipun ketika ditanya tentang isi Buku Ahok yang berjudul Merubah Indonesia, saksi mengetahui dan bahkan menjelaskan isinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement