Sabtu 04 Mar 2017 21:38 WIB

Dewan Pers Mulai Pilah Media Profesional dan tidak Profesional

Dewan Pers
Foto: dewan pers
Dewan Pers

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pers sedang melakukan pemilahan terhadap media profesional dengan yang tidak. Ini diklaim sebagai salah satu upaya menghadapi berita palsu atau hoax.

"Dewan pers sekarang menyikapi ini (berita hoax), salah satunya memisahkan media antara yang profesional dengan tidak profesional," kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Pers Dewan Pers, Imam Wahyudi dalam diskusi Kilas Balik 2016 "Mengupas Jurnalisme Hoax" yang diselenggarakan Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Sabtu (4/3).

Imam mengatakan, dari 43 ribu media dalam jaringan (online) yang memenuhi syarat baru 0,05 persen dan juga baru terverifikasi saat ini. Dewan Pers tidak ingin media asal menyampaikan informasi tanpa verifikasi terlebih dahulu.

Dia mengatakan, media harus diuji keprofesionalannya dalam membuat dan menyampaikan berita kepada masyarakat. Salah satunya diuji terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan demikian, media benar-benar profesional dalam menyajikan berita atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dia mengatakan, media menjadi pengontrol terhadap berita palsu. Untuk itu, kualitas dan kebenaran isi berita yang disajikan harus tetap dijaga sehingga masyarakat memperoleh berita yang benar bukan palsu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Pers profesional harus kita dukung, kita percaya sehingga kita ke depan masih punya lilin yang menerangi bukan lilin yang membakar," tuturnya.

Dia mengimbau warga Indonesia segera melaporkan informasi hoax yang dibuat oleh media tertentu kepada Dewan Pers untuk segera ditindak. "Kita berharap masyarakat mendukung seandainya mendapat informasi yang menyesatkan dari sebuah media lapor ke kami. Kami akan teliti kalau tidak sesuai undang-undang, tidak profesional kami akan laporkan ke Polri (untuk ditindak)," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement