Sabtu 04 Mar 2017 00:08 WIB

Pemerintah Tingkatkan Kerja Sama Perlindungan TKI di Saudi

Rep: Qommarria Rostanti/Santi Sopia/ Red: Ilham
 Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan terus melakukan dialog untuk meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Arab Saudi dalam hal perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negara tersebut. “Kami segera menerjemahkan hasil pertemuan Presiden dengan Raja Salman, dengan meningkatkan kerja sama teknis terkait perlindungan TKI dengan pemerintah Arab Saudi,” kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, Jumat (3/3).

Kerja sama teknis yang dimaksud misalnya terkait memperkuat implementasi poin-poin yang terdapat pada perjanjian antara Indonesia dan Saudi yang disepakati pada Februari 2014. Kesepakatan itu terkait penempatan dan perlindungan TKI di sektor domestik. 

Hanif optimistis dengan pernyataan langsung Presiden Joko Widodo yang menitipkan warga negara Indonesia yang tinggal di Saudi, yang telah memberikan kontribusi dalam pembangunan di negara tersebut, agar mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari Raja Salman. Menurut dia, ini akan mempermudah mengajak pemerintah Saudi dalam meningkatkan perlindungan terhadap TKI. “Semoga akan ada perhatian lebih serius dari Arab Saudi terkait perlindungan TKI,” ujarnya.

Menurut Hanif, tak ada penandatangan MoU soal ketenagakerjaan antara Indonesia dan Saudi dalam rangkaian kunjungan Raja Salman ke Indonesia. Namun, pemerintah tetap konsisten meningkatkan perlindungan TKI dan mendorong penyelesaian masalah masalah  TKI di Saudi.

Hanif mengatakan, tidak adanya MoU masalah perlindungan TKI merupakan wilayah teknis sehingga penyelesaiannya tidak hanya dengan memanfaatkan momentum kunjungan Raja Salman. Dalam hal kerja sama di bidang ketenagakerjaan, kepentingan kedua negara masih banyak yang harus diselesaikan. “Saudi lebih ke arah penempatan TKI (terutama sektor domestik), sementara Indonesia lebih mengarah pada perlindungan,” ujar Hanif. Perlindungan itu mencangkup kasus TKI yang terancam hukuman mati, kasus  kekerasan, pelecehan seksual, gaji tak dibayar, pelangaran kesepakatan kerja, hingga soal teknis keimigrasian.

Menurut Hanif, ada baiknya tidak dimasukkannya isu ketenagakerjaan dalam rangkaian MoU. Sebab, dengan hubungan bilateral kedua negara bisa membicarakan ke banyak hal yang lebih produkstif seperti masalah investasi, perdagangan, telekomunikasi, pendidikan, kebudyaan, dan sebagainya. Selama ini, energi kedua negara lebih banyak dihabiskan pada masalah TKI. TKI, kata dia, tetap jadi prioritas, tapi sektor lain juga sangat penting digenjot untuk keuntungan kedua belah pihak.

Direktur Eksekutif Migrat Care Wahyu Susilo mengatakan, tidak masuknya masalah TKI dalam MoU saat kunjungan Raja Salman, adalah keputusan yang tepat. “Itu lebih baik,” kata Wahyu. 

Menurut dia, hal utama terkait TKI di Arab Saudi adalah masalah perlindungan, terutama kepada TKI sektor domestik. Sementara rangkaian MoU yang ditandatangani beberapa hari yang lalu lebih mengarah pada masalah ekonomi. Dalam perspektif  kerja sama ekonomi, MoU soal TKI hanya akan memperbanyak pengiriman, padahal problemnya adalah perlindungan. Oleh karenanya, perlu segera ditindaklanjuti hasil perbincangan antara Presiden Joko Widodo dengan Raja Salman di Istana Bogor. 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement