REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menyatakan bahwa penanganan kasus kaliennya terkesan dipaksakan oleh pihak kepolisian. Karena itu, dirinya dan Buni Yani mengadu ke Komnas HAM untuk mengawal kasus tersebut.
"Ini saya lagi berangkat sama Pak Buni Yani. Saya minta agar Komnas HAM mengawal proses perkara ini. Ini kan sudah enggak jelas nih," ujar Aldwin saat dihubungi, Senin (27/2).
Aldwin menuturkan, sejak awal kasus dugaan ujaran kebencian dan UU ITE yang menjerat Buni Yani tersebut terlalu dipaksakan. Pasalnya, berkas kasus tersebut sudah berungkali dilimpahkan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta ke Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya lantaran dinilai masih kurang lengkap atau belum dinyatakan P-21.
"Ini ada indikasi bahwa kasus terlalu dipaksakan ya kan dan karena apa menurut kesaksian saat praperadilan baik itu saksi dari kepolisian atau dari kita khususnya ahli bahasa ya itu memang tidak ditemukan unsur di situ karena itu bukan transkrip gitu lho. Indikatornya berkas dibalikkan oleh kejaksaan," kata dia.
Selain itu, ia juga menilai, dalam penanganan kasus tersebut polisi melakukan tindakan diskriminasi. Pasalnya, polisi justru menghentikan kasus cuitan Ade Armando soal "Allah Bukan Orang Arab", yang notabene unsur pidananya sama dengan kasus Buni Yani.
"Nah ini kan nggak bagus buat penegakan hukum di kota begitu. Dengan pasal dan kasus yang sama tiba-tiba di-SP3 (dihentikan) sementara pak Buni Yani yang jelas-jelas menurut beberapa ahli tidak memenuhi unsur kok dipaksa-paksakan terus kasusnya," kata Aldwin.
Untuk diketahui, sebelumnya berkas kasus Buni Yani telah dua kali dilimpahkan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya ke Kejati DKI Jakarta karena belum lengkap.
Kemudian, setelah Kejati DKI melakukan pemeriksaan, baru-baru ini kasus tersebut akhirnya dilimpahkan ke Kejati Jawa Barat. Pasalnya, locus delicti atau tempat kejadian perkara (TKP) berada di Depok, Jawa Barat.