Kamis 23 Feb 2017 11:18 WIB

Polisi Diminta tidak Diskriminasikan Yayasan Keadilan untuk Semua

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Angga Indrawan
Ustaz Adnin Armas, Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua.
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Ustaz Adnin Armas, Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar meminta polisi tidak diskriminatif terhadap Yayasan Keadilan untuk Semua (KUS) sebagai penampung sumbangan masyarakat untuk Aksi pada 4 November 2016 (Aksi 412) dan 2 Desember 2016 (Aksi 212). Artinya, jika terhadap yayasan tersebut dilakukan penuntutan, maka yayasan sosial lain pun harus dilakukan hal yang sama.

"Jika penuntutan terhadap yayasan ini (KUS) dilakukan, maka seharusnya tidak diskriminatif. Artinya harus dilakukan juga terhadap yayasan-yayasan sosial lain dan panitia-paniyia pengumpul dana lainnya," kata Fickar kepada Republika.co.id, Kamis (23/2).

Fickar menilai, pendekatan hukum yang dilakukan oleh polisi terhadap yayasan KUS dalam kasus tersebut merupakan langkah yang salah. Sebab, menurutnya, yang lebih tepat dilakukan adalah pendekatan persuasif berupa pembinaan.

"Mestinya pendekatan terhadap yayasan itu pendekatan persuasif pembinaan, bukan pendekatan hukum," ucap Fickar.

Seperti diketahui, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI meminjam rekening Yayasan KUS sebagai penampung sumbangan masyarakat untuk Aksi pada 4 November 2016 (Aksi 412) dan 2 Desember 2016 (Aksi 212). Ternyata, itu semua oleh polisi dianggap sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU)

Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri kini telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret nama Ustaz Bachtiar Nasir. Islahudin Akbar disangkakan melanggar pasal UU Perbankan, sementara Ketua Yayasan, Ustaz Adnin Armas diduga melanggar pasal UU Yayasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement