Rabu 22 Feb 2017 18:00 WIB

GMKI Minta PT Freeport Indonesia Hormati Kebijakan Pemerintah RI

Rep: C62/ Red: Muhammad Fakhruddin
Tambang bawah tanah PT Freeport
Foto: REPUBLIKA/Musiron
Tambang bawah tanah PT Freeport

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia masih belum menemukan titik temu dalam kesepakatan perpanjangan kontrak tambang di Grasberg, Papua. Padahal, jika melihat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak ada alasan PT Freeport tidak mengikuti syarat yang diajukan pemerintah Indonesia.

"Kami meminta PT Freeport Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam mengambil sikap perusahaan," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Sahat Martin Philip Sinurat, kepada Republika, Rabu (22/2).

Sahat menuturkan, sesuai pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Atas amanat dari konstitusi, sebagai aturan pelaksana, maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang Minerba Nomor 4 tahun 2009 yang mewajibkan seluruh perusahaan pertambangan di Indonesia agar membangun pabrik pemurnian (smelter) dengan jangka waktu lima tahun setelah diterbitkannya undang-undang.

Dalam persoalan dengan PT Freeport Indonesia, waktu yang diberikan sesuai UU seharusnya sampai tahun 2014, namun PT Freeport Indonesia ternyata belum melakukan tanggung jawabnya.

"Akan tetapi, pemerintah masih memberikan kelonggaran bagi PT. Freeport Indonesia yang ingin tetap melakukan ekspor konsentrat, dengan mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)," ujarnya.

Sahat menyampaikan, dalam IUPK tersebut juga tetap disyaratkan untuk membangun smelter selama 5 tahun sejak diberlakukannya IUPK. Pemegang IUPK juga diwajibkan melakukan divestasi saham hingga 51%. Namun PT Freeport Indonesia masih juga menolak perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Seharusnya PT Freeport Indonesia menyadari posisinya sebagai korporasi yang berhadapan dengan negara yang harus menegakkan aturan yang berdasarkan konstitusi yakni Undang-Undang Dasar 1945," katanya.

Sahat mengaku menyesalkan keputusan PT Freeport Indonesia yang melakukan PHK terhadap para pekerjanya. Padahal, pemerintah Indonesia sudah memberikan izin terbaru terkait ekspor konsentrat, dengan syarat PT Freeport Indonesia sepakat mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), namun PT Freeport Indonesia menolak tawaran tersebut dan lebih memilih untuk mengurangi produksi tambangnya dan memecat para pegawai PT Freeport Indonesia.

Sangat disayangkan, konsekuensi akibat keengganan PT Freeport Indonesia menjalankan tanggung jawab sesuai aturan pemerintah Indonesia malah dibebankan kepada para pekerja yang selama ini sudah menjalankan tanggung jawab pekerjaannya dan memberikan keuntungan kepada perusahaan.

"Untuk itu, kami meminta PT Freeport Indonesia untuk menghormati hak-hak tenaga kerja dengan tidak melakukan pemutusan kontrak kerja secara semena-mena," katanya.

Sahat memastikan, pihaknya akan terus mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam permasalahan kesepakatan kontrak dengan PT Freeport Indonesia termasuk dalam menghadapi upaya PT Freeport Indonesia membawa persoalan ini ke Badan Arbitrase Internasional, selama itu ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia di Tanah Papua, terkhusus penduduk asli Papua.

Sejalan dengan itu, maka kata Sahat pemerintah pusat harus selalu melibatkan pemerintah daerah Papua dalam pembicaraan dan negosiasi dengan pihak PT Freeport Indonesia. Dan, PT Freeport Indonesia juga harus menyelesaikan tanggung jawabnya untuk membayar retribusi air kepada pemerintah daerah Papua dan membangun smelter di Tanah Papua.

"Kami juga menolak adanya upaya intervensi ataupun berbagai tekanan lainnya yang mungkin saja akan dilakukan demi kepentingan kelompok tertentu," katanya.

Sebagai salah satu basis organisasi, GMKI selalu konsisten memperjuangkan keadilan dan peningkatan kesejahteraan terhadap penduduk asli Papua.

Untuk itu, GMKI akan mengawal proses kesepakatan kontrak ini agar berjalan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia di Papua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement