Rabu 22 Feb 2017 10:05 WIB
Kebangkitan Umat 7

Mustafa Kamal, Neokomunis, dan Keabsahan Pilkada

Para ilmuwan di era Turki Utsmani meyakini bahwa musik memiliki kekuatan dalam proses alam.
Foto:
Garuda Pancasila

Secara sadar kita juga mengkhianati Pancasila, khususnya sila keempat. Belum lagi soal UUD 1945. Karut-marut kehancuran bangsa ini diawali dari reformasi dan diamandemennya UUD 1945. Perjalanan rencana penghancuran Indonesia, seperti pengulangan maha karya konspirasi Kamal Attaturk dan peristiwa pemberontakan 1945. Semua sudah dikondisikan sedemikian rupa.

Jika memang sejarah akan berulang: Berapa lama lagi bangsa ini akan luluh lantak? Berapa lama lagi adu domba massif berubah menjadi peristiwa berdarah? Sebelum semua terlambat, umat memiliki peran vital menghentikannya.

Salah satunya: Putuskan kekuatan finansial bandar melalui kesungguhan hati menjauhi riba. Dengan melaksanakan perintah Alquran, fatwa PP Muhammadiyah 1968, dan fatwa MUI tahun 2004: Soal keharaman riba, bisa jadi menjauhi riba sangat berpotensi meruntuhkan perbankan dan sumber ekonomi taipan hitam. Sedikit lucu saat umat berteriak dizalimi tapi sulit menjauhi riba. Padahal, selain perintah Allah dan Rasulullah, menikmati riba serupa menerima tantangan perang Allah dan Rasul Nya.

Teringat pesan komunikasi elektronik dengan Wasekjen MUI KH Tengku Zulkarnain beberapa waktu lalu: “Semua umat, siang malam harus menyuarakan fatwa haram riba,” katanya. Menjauhi riba sangat efektif memukul bandar, dibandingkan aksi turun ke jalan.

Pertanyaannya: Mampukah persatuan umat dilanjutkan dengan beramai-ramai menjauhi riba? Bukankah Allah telah menjamin semua rizki bagi makhluk-Nya. Mengapa masih ragu melaksanakan perintah ayat keharaman riba? Mengapa memboikot roti mampu kompak, tapi tidak dengan menghindari riba? Padahal, memboikot roti tidak ada dalam Alquran. Sebaliknya, haramnya riba diabadikan di Alquran dan hadis.

Tak cukupkah kehinaan yang dialami umat ini? Tak cukupkah Ulama dikriminalisasi? Bukankah bisa saja semua itu sign dari langit? Ada yang salah dengan kehidupan kita, dengan umat yang menjadi mayoritas. Semisal, selama ini kita masih memberi makan anak istri dari hasil keharaman riba. Bisa saja bukan? 

Lepas dari itu, hal yang patut disyukuri, meski upaya mengadu domba dan menyakiti rakyat begitu keras, tapi umat selalu sabar dan tidak pernah terpancing. Jangan sampai terpancing kerusuhan, bagaimana pun kerasnya upaya adu domba.

Bisa jadi adu domba dan ragam anomali peristiwa hanya didesign untuk mencipta kerusuhan agar lolos dari audit finansial global yang semakin cepat. Apa iya? Jika begitu, kelak akan lucu pada waktunya. Sejarah kehinaan Kamal Attaturk dan kegagalan berulang pemberontakan PKI telah membuktikannya.

Sebaik-baik makar adalah makar Allah. Shalaallahu alaa Muhammad.

 

*) Pemerhati masalah sosial

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement