REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Pemerintah berencana membangun jalan tol yang menghubungkan Cilacap-Yogyakarta. Meski belum bisa dipastikan kapan rencana tersebut akan realisasikan, namun pembangunan tol yang diharapkan bisa menjadi alternatif jalur selatan, diperkirakan akan terhambat masalah pasokan bahan baku infrastruktur.
Anggota Dewan sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, Eddy Wahono menyebutkan, salah satu yang kemungkinan akan menghambat adalah masalah penyediaan bahan baku galian C. Hal ini karena keberadaan lokasi pertambangan galian C di Jateng Selatan yang sangat terbatas.
''Selama ini hanya ada 16 lokasi penambangan galian C di Jateng selatan yang sudah memiliki izin penambangan. Di luar itu, semuanya belum atau tidak memiliki izin,'' jelasnya, Senin (20/2).
Ke-16 lokasi penambangan yang sudah memiliki izin tersebut, antara lain berada di Purworejo sebanyak 4 lokasi, di Purbalingga 6 lokasi, dan di Kabupaten Banjarnegara ada 6 lokasi. ''Untuk Banyumas, Cilacap dan Kebumen, tidak ada yang memiliki izin penambangan. Meski pun banyak di seluruh wilayah tersebut yang melakukan aktivitas penambangan,'' jelasnya.
Sementara untuk wilayah Provinsi DIY, Eddy menyebutkan, yang memiliki izin usaha penambangan ada 9 unit usaha. Masing-masing, 5 ijin diberikan pada penambangan sungai dan empat izin diberikan pada penambangan galian c wilayah pegunungan.
Menurutnya, dengan terbatasnya usaha penambangan galian C yang memiliki izin, maka dipastikan kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur jalan tol akan sulit terpenuhi. ''Kecuali bila pelaksana proyek juga bersedia menerima pasokan bahan galian C dari penambangan tak berizin,'' jelasnya.
Menurutnya, adanya kesulitan usaha penambangan mendapat izin, beradal dari keberadaan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai Pengganti UU No 32 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan tersebut, maka pengurusan izin pertambangan galian C yang tadinya berada di pemerintah kabupaten, dialihkan ke pemerintah provinsi.
''Hal ini ditambah lagi adanya aturan dalam PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang menyebabkan biaya pengurusan menjadi sangat tinggi,'' jelasnya.
Kondisi ini, menurut Eddy, telah menyebabkan aktivitas penambangan ilegal justru semakin marak. ''Adanya aturan yang mempersulit pengurusan izin, bukannya menyebabkan aktivitas penambangan turun, melainkan justru makin marak akibatnya banyaknya aktivitas ilegal,'' katanya.
Sementara pemerintah mengalami kesulitan mengatasi aktivitas penambangan ilegal, dengan alasan berbagai faktor. ''Untuk itu, seharusnya ada aturan yang lebih jelas dan mudah dalam pengurusan izin penambangan galian C, sehingga aktivitas penambangan justru akan lebih mudah dikendalikan,'' katanya.