REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk mempercepat pelepasan kawasan hutan yang dikhususnya bagi masyarakat adat. Satgas ini nantinya bakal mengkoordinasika sejumlah Kementerian dengan Pemerintah daerah agar ada kesamaan dalam pembentukan hutan adat.
Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Desa, Ahmad Erani Yustika mengatakan, Satgas ini akan mengikutsertakan Kementerian Kehutanan, Kementerian Desa, Kemenko Perekonomian, dan beberapa Kementerian lain. Satgas ini akan membuat data lahan untuk kebutuhan masyarakat adat di setiap daerah, untuk kemudian didistribusikan ke daerah sehingga bisa dibuat regulasi yang sesuai.
"Regulasi ini akan memuat apa yang menjadi terobosan supaya pemberian lahan lebih lancar. Data yang dihimpun dan diberikan ke daerah harus bisa segera dieksekusi," kata Erani di Istana Negara, Senin (20/2).
Menurut Erani, pembentukan Satgas ini masih menunggu keputusan dari Presiden. Namun, untuk payung hukumny akan mengacu pada keputusan presiden (Keppres). Keberadaan Satgas ini diprediksi bisa lebih mempercepat target 12,7 juta hektare (Ha) hutan adat pada 2019. Selama ini masih terdapat tumpang tindih kebijakan semisal di Kementerian Kehutanan dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait dengan lahan hutan konservasi atau bukan yang bisa dimanfaatkan masyarakat adat.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Planologi KLHK San Afri Awang mengatakan, saat ini hutan adat yang sudah ada hanya seluas 13 ribu hektare (Ha). Luasan ini sangat sedikit dibandingkan dengan target Pemerintah untuk menyediakan hutan adat mencapai 12,7 juta hektare.
"Kita akan memfasilitasi agar ada akselerasi dalam pemberian lahan hutan adat oleh Pemerintah daerah," kata San Afri usai rapat di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Senin (20/2).
San Afri menjelaskan, masyarakat adat dalam satu daerah misal di Provinsi atau Kabupaten tidak selalu satu etnik. Banyak di daerah yang memiliki beberapa etnik/suku yang menghuni hutan. Namun, implementasi dalam pemberian lahan hutan adat oleh Pemda kerap terbentur dengan peraturan. Sebab, peraturan sekarang hanya menyebutkan satu etnik dalam satu Perda. Hal inilah yang membuat pemberian lahan lebih lambat.