REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dinilai dapat menggunakan hak angket apabila Presiden RI Joko Widodo tidak mengeluarkan surat pemberhentian sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Almuzzamil Yusuf mengatakan hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 83 ayat 1,2, dan 3.
“Setelah menerima kajian dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat, tokoh masyarakat, dan para pakar tentang pengabaian pemberhentian terdakwa BTP dari jabatan gubernur DKI oleh Presiden, maka DPR RI dapat menggunakan fungsi pengawasannya dengan menggunakan hak angket," ujarnya, Sabtu (11/2) kemarin.
Menurut dia berdasarkan peraturan tersebut, Presiden RI berkewajiban mengeluarkan surat keputusan tentang pemberhentian sementara sampai status hukumnya bersifat tetap bagi gubernur yang berstatus sebagai terdakwa yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan. “Sudah cukup bukti dan dasar hukum bagi Presiden untuk memberhentikan sementara BTP dari jabatan Gubernur DKI," kata dia.
Pertama, status Ahok sudah terdakwa penistaan agama dengan nomor register perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kedua, yang bersangkutan didakwa pasal 156a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara lima dan empat tahun.
Menurut Almuzzammil, seharusnya Presiden tidak diskriminatif dengan memperlakukan kebijakan yang sama sesuai peraturan perundang-undangan. Hal itu karena pada kasus mantan gubenur Banten dan mantan gubernur Sumut yang terkena kasus hukum setelah keluar surat register perkara dari pengadilan, Presiden langsung mengeluarkan surat pemberhentian sementara.
Jika kebijakan ini tidak dilakukan, Almuzzammil mengatakan, maka bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan dapat berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Kasus ini sudah mendapat perhatian publik yang luas. Publik bertanya-tanya kenapa dalam kasus BTP, Presiden menunda-nunda, tidak segera mengeluarkan surat pemberhentian sementara padahal cuti kampanyenya segera berakhir dan masa jabatan PLT Gubernur DKI juga segera berakhir,” ujar wakil rakyat PKS dari Lampung ini.
Atas persoalan ini, Almuzzammil menegaskan DPR RI memiliki kewenangan sesuai dengan UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan menggunakan hak angket DPR. Muzzammil menerangkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Untuk itu, maka fraksi-fraksi di DPR penting menghidupkan hak angket untuk memastikan apakah Pemerintah sudah sejalan dengan amanat undang-undang dan Konstitusi,” kata Almuzzammil.