Jumat 10 Feb 2017 18:53 WIB

Mahfud MD Bingung dengan Alasan Kemendagri Soal Status Ahok

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Mahfud MD
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersikukuh tidak memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur DKI Jakarta pascahabis masa kampanye pada 11 Februari besok. Kemendagri mengatakan, masih menunggu tuntutan jaksa atas kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia Mahfud MD tak sependapat dengan Kemendagri soal status Ahok. Sebab, menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu, sudah jelas dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda), kepala daerah berstatus terdakwa diberhentikan sementara jika ancaman hukuman atas kasusnya paling singkat lima tahun.

"Pasal 83 ayat 1 itu kan jelas, seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa, bukan menjadi tertuntut ya, yang sudah menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Tidak ada pasal lain yang bisa menafikkan itu," kata Mahfud di gedung KPK pada Kamis (9/2) malam.

Untuk diketahui, dalam pasal 83 dalam UU Pemda, yang menyebutkan kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara,  dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat ini, Ahok sendiri sudah berstatus terdakwa dengan dakwaan dua pasal berbeda yakni pasal 156 atau pasal 156a dengan ancaman masing-masing empat dan lima tahun.

Menurut Mahfud, alasan yang dipakai Kemendagri bahwa harus menunggu tuntutan itu pun tidak beralasan. Pasalnya, dalam dakwaan juga sudah jelas terkait ancaman pidana kepada Ahok.

"Karena UU-nya jelas bunyinya, bukan tuntutan seperti dikatakan Mendagri. Mendagri katakan menunggu tuntutan. Lho di situ terdakwa, berarti dakwaan. Jadi tidak ada instrumen hukum lain," ujarnya.

Lebih lanjut, Mahfud menilai, pemerintah semestinya mencabut aturan tersebut jika pemerintah bersikeras tidak menonaktifkan sementara Ahok. Karena jika aturan masih sama, keputusan Mendagri tersebut adalah melanggar ketentuan. Namun, tentunya kata Mahfud, jika aturan dicabut maka ada konsekuensi yang akan ditanggung Pemerintah dengan kebijakan tersebut.

"Ya cabut dulu pasal itu agar tidak melanggar hukum. Presiden boleh mencabut pasal itu, misalnya dengan hak subjektifnya, asalkan mau menanggung seluruh akibat politik dari pencabutan pasal itu," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement