REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kesepakatan Forum Umat Islam (FUI) dan pemerintah bahwa aksi "112" pada 11 Februari 2017 hanya akan diselenggarakan di Masjid Istiqlal Jakarta, merupakan solusi yang baik.
"Sudah jelas bahwa pemerintah tidak memberi izin dalam situasi tenang ini untuk ada suatu aksi di jalanan, selama itu prosesnya doa dan 'istighosah' ya silakan saja, ini suatu solusi jalan tengah yang baik," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/2).
Menurut Wapres, pemerintah telah tegas melarang semua aksi massa saat masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 12-14 Februari 2017, namun jika FUI bersikeras ingin mengadakan aksi dalam bentuk pengajian dan doa bersama maka harus mematuhi peraturan dari kepolisian.
"Nanti pula pemerintah atau polisi malah dianggap melarang, kalau memang hanya mau ibadah, ya tidak apa-apalah, semua orang boleh berdoa," ujarnya.
Sebelumnya, pada Kamis malam (9/2), Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, yang juga tergabung dalam FUI, melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto yang menghasilkan kesepakatan bahwa aksi hanya akan dilakukan di lingkungan Masjid Istiqlal.
Rizieq juga membatalkan aksi pengerahan massa untuk turun ke jalan atau "long march" yang rencananya dimulai dari Monumen Nasional menuju Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Terkait hal itu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengingatkan massa FUI untuk mematuhi kesepakatan bahwa kegiatan 112 akan dikonsentrasikan di Istiqlal dan hanya untuk melakukan ibadah, seperti membaca Al Quran, shalat berjamaah, dan doa bersama.
Tito juga menekankan, meskipun kegiatan tersebut akan diikuti sejumlah kelompok massa dari luar Jakarta, namun tetap harus mengikuti kesepakatan tidak turun ke jalanan.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban aksi 112 tersebut, pihak kepolisian akan mengerahkan 28.150 personel yang terdiri atas 23.450 personel Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya 4.700 personel.