Kamis 09 Feb 2017 18:05 WIB

IDI Bantah Enggan Diajak Kerja Sama Soal DLP

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah tudingan yang menyebut enggan diajak bekerja sama dengan pemerintah terkait program Dokter Layanan Primer (DLP).

"IDI tak mau kerja sama dengan pemerintah, itu tak benar. kami hadir untuk memperbincangkan dalam pokja soal DLP. Dalam diskusi setiap ada perdebatan, kesimpulan mereka yang ambil," kata Ketua Dewan Pakar PB IDI, Abdul Razak Thahab saat berbincang dengan Republika.co.id, Kamis (9/2).

Ia menjelaskan IDI sejak awal mendukung dokter untuk bekerja di layanan primer. Konsistensi IDI mendukung kualitas dokter yang bekerja di layanan primer dilakukan dengan menyiapkan program Pengembangan Pendidikan Prifesional Berkelanjutan (P2PB). Selan itu terdapat Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) untuk menyiapkan dokter di layanan primer.

Abdul mengatakan DLP muncul dalam pembahasan UU Pendidikan Kedokteran pada 2013. Dalam UU itu dijelaskan, DLP merupakan profesi baru yang bekerja di layanan primer.

Ia mengatakan, selama pembahasan regulasi itu, tidak pernah ada pembahasan mengenai DLP. Namun, tiga bulan sebelum UU itu disahkan, ada kata DLP dalam rencangan UU itu.

Ia menyebut, apabila DLP dimasukkan, maka akan menggeser posisi dokter keluarga yang selama ini bekerja di layanan primer. Pun dalam dunia kedokteran, menurutnya tidak ada istilah setara spesialis seperti yang menjadi label dari DLP. Selain itu, pendidikan yang diberikan sama dengan kedokteran keluarga (80 persen), sisanya dokter komunitas dan lain-lain.

Selain itu, ia mengatakan, dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan, program DLP ditujukan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pelaku awal pada layanan kesehatan tingkat pertama, melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua.

"Kalau kita hambat DLP, maka dokter di layanan primer punya kompetensi kurang. Itu karena pendidikan yang jelek. Kalau permasalahannya di pendidikannya, ya perbaki pendidikannya, bukan membuka prodi baru," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement