REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menilai tidak ada dasar pemerintah mengembalikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai gubernur DKI setelah ia berstatus terdakwa di persidangan. Ini karena di Undang Undang (UU) tentang Kepala Daerah harus berhenti sementara.
"Jadi kalau dipaksakan maka semua kebijakan-kebijakan Ahok nanti menjadi ilegal," kata Irman kepada Republika.co.id, Rabu (8/2).
Semua kebijakannya, kata dia, akan dipersoalkan karena dasarnya kembali menjadi gubernur pun melanggar undang undang. Jadi bingkai hukumnya, kata dia, kalau dalam peraturan perundang-undangan itu adalah diberhentikan sementara, itu yang harus dilakukan pemerintah. Kalau ini dibiarkan, lanjutnya, jelas bisa dikatakan pemerintah melanggar undang undang.
"Persoalannya akan makin melebar lagi," ujar Direktur Sidin Constitution ini.
Pada akhirnya kebijakan pemerintah yang membiarkan Ahok padahal sudah berstatus terdakwa ini, membuat ketidakpastian pada kekuasaan pemerintahan DKI. Ini bisa berimplikasi pada perekonomian, dunia usaha dan berbagai kebijakan untuk masyarakat.
UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 83 ayat 1 berbunyi 'Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia'.
Pada ayat 2, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.