REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus bidang Komunikasi Presiden, Johan Budi SP mengungkapkan isi pembicaraan yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan Ketua Umum MUI Kiai Haji Ma'ruf Amin.
"Tadi pagi saya dikasih tahu Pak Luhut kalau Pak Luhut itu kenal dengan Pak Kiai Haji (KH) Ma'ruf Amin, jadi tidak perlu dipersepsikan terlalu lebar," kata Johan Budi di kompleks Sekretariat Negera (Setneg) Jakarta, Kamis (2/2).
Selain Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dalam pertemuan pada Rabu (1/2) yang terjadi di rumah Rais Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PB NU) KH Ma'ruf Amin itu, hadir juga Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan, Pangdam Jaya Mayjen TNI Tedy Lhaksamana dan Direktur Eksekutif Wahid Institute Yenny Wahid.
Johan membantah pembicaraan itu khusus membicarakan soal kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pada persidangan Rabu (31/1), pertanyaan Ahok kepada KH Ma'ruf Amin dinilai tendesius, terutama saat menanyakan kedekatan ulama tersebut dengan Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini urusan Ahok tidak ada urusannya dengan pemerintah, tidak ada urusannya dengan presiden. Presiden juga sudah bicara kedatangan Pak Luhut itu inisiatif Pak Luhut. Dan tadi pagi juga Pak Luhut cerita ke saya sendiri dengan 'clear' bahwa Pak Luhut secara pribadi kenal dengan Pak KH Ma'ruf Amin," tambah Johan.
Pertemuan itu, menurut Johan, juga tidak berlangsung lama. "Pertemuannya sebentar, dia (Luhut) mengatakan sebentar, (hanya) 'say hello', salaman, masuk ke rumahnya terus mengobrol, bahkan Pak Ma'ruf Amin mengatakan 'Kok Pak Luhut?' Kok kaget saya, dia katakan begitu, lalu keluar pulang," jelas Johan.
Johan pun kembali menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak ada kaitannya dengan persidangan Ahok tersebut. "Saya sampaikan bahwa dia (Luhut) kenal dengan Pak Ma'ruf Amin, dan presiden sama sekali tidak ada kaitannya dengan persidangan Ahok," tegas Johan.
Ikuti Whatsapp Channel Republika