Kamis 26 Jan 2017 22:45 WIB

Pemerintah Mengaku Kesulitan Berantas Calo TKI Ilegal

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ilham
Sebanyak 494 tenaga kerja indonesia (TKI) ilegal tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sebanyak 494 tenaga kerja indonesia (TKI) ilegal tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali kecolongan atas kejadian tenggelamnya kapal tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di Tanjung Rhu, Johor, Malaysia‎, 22 Januari 2017. Sebab, kejadian ini bukan untuk pertama kalinya kapal TKI ilegal tenggelam dan menelan banyak korban.

Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Tenaga Kerja, R.Soes Hindharno mengatakan, kejadian adanya TKI ilegal yang tenggelam dikarenkan calo TKI masih menjamur di banyak daerah. Mereka dengan mudah mencari mangsa untuk dimanfaatkan menjadi tenaga kerja di luar negeri.

"Calo ini gak bisa diberantas. Kalau sudah hilang, 2-3 hari lagi mereka bisa balik," kata Hindharno dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (26/1).

‎Menurut Hindharno, keberadaan calo bisa dikarenakan dua hal. Pertama, minimnya instansi baik yang berada di pusat maupun di daerah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri (TKI). Perizinan untuk menjadi TKI yang cukup banyak dan harus melewati sejumlah instansi membuat para calon TKI pusing.

Belum lagi, adanya oknum-oknum yang kerap menyulitkan, dan baru memudahkan urusan ketika disisipi uang, menjadikan TKI malas untuk mengurus perizinan. Alhasil, mereka memilih untuk menggunakan jasa baik perorangan maupun lembaga agar bisa berangkat bekerja di luar negeri dengan cara murah, mudah, sehingga bisa lebih cepat mendapatkan gaji.

‎Hindharno mengumpamakan, jalan untuk bekerja di luar negeri layaknya sebuah jalan tol. Ketika jalan tol itu memiliki banyak penerangan, rest area, dan pos polisi dengan jarak berdekatan, maka tidak akan ada masalah di area tersebut. Sedangkan saat jalan itu penerangannya kurang dan minim pengamanan, maka akan sering kejadian kecelakaan.

Hal ini lah yang sekarang masih terjadi kepada para calon TKI, khusunya yang berada jauh dari perkotaan. Mereka masih kekurangan informasi, dan kesulitan dalam mengakses perizinan, bahkan dari Pemda hinga kelurahan sekitar.

Kedua, masyarakat Indonesia sejak dulu hingga kini masih berkeinginan untuk mendapatkan akses lebih cepat tanpa menghiraukan regulasi yang diberikan oleh pemerintah‎. Mereka tidak mau repot dalam mengurus izin, dan akhirnya menggunakan jasa orang lain.

Padahal, dengan mengurus izin oleh diri sendiri, maka masyarakat bisa lebih tahu dan paham mengenai kondisi negara tujuan atau daerah mana yang akan menjadi tempat mereka bekerja. Para calon TKI pun dipastikan tidak akan tertipu karena agen penyalur akan diberitahukan oleh pemerintah, sesuai dengan izin yang dikeluarkan.

Saat ini jumlah agen resmi yang telah mendapatkan izin dari Pemerintah mencapai 450 pada 2017. Jumlah ini turun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 495 agen.

Di sisi lain, Hindharno tidak mengelak bahwa banyaknya ‎jalur tikus yang ada di perbatasan negara membuat para calo dengan mudah mengirimkan TKI ilegal untuk bekerja di negara mana saja. Jalur tikus ini tidak bisa ditutup semua karena sumber daya manusia (SDM) pemerintah, serta kepolisian dan TNI tidak mencukupi menjaga semua daerah tersebut.

"Kita sudah undang 15 Kapolda di perbatasan. Hasil resume bahwa seluruh kepolisian kalau mereka 'baris jejer', jalan tikusnya tetap gak tertutup," papar Hindharno.

Meski demikian, Pemerintah bukan tanpa upaya. Artinya, semua instansi yang berkepentingan dengan pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri telah memberikan arahan di daerah-daerah yang menjadi penyumbang‎ TKI. Para calon TKI diharap bisa lebih jeli dalam memilih agen untuk keberangkatan, dan tidak mencoba menjadi calo ilegal karena dampak negatifnya sangat banyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement