REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Dua terdakwa kasus pembunuhan sadis Eno Fariah yang menggunakan gagang cangkul, Rahmat Arifin alias Arif (23) dan Imam Harpiadi (23) dituntut hukuman mati. Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (25/1).
Terdakwa tiba di Pengadilan Negeri Tangerang sekitar pukul 11.40 WIB dengan mobil tahanan. Saat digiring ke ruang sidang, ekspresi kedua terdakwa terlihat santai. Mereka mengenakan rompi tahanan berwarna merah dan mengenakan kopiah hitam.
Sidang tersebut dipimpin Jaksa Muhammad Irfan Siregar dimulai pukul 12.00. Di ruang Sidang 5 Pengadilan Negeri Tangerang tampak hadir keluarga korban, ibu korban, saudara prempuan korban dan ayah korban. Ibu Eno Fariah, Mahfudoh yang saat itu mengenakan jilbab hitam besar sepinggang terlihat tak bisa menahan emosinya di ruang sidang. Mahfudoh menahan tangis sejak persidangan di mulai.
Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan kronologi kejadian pembunuhan putrinya, Mahfudoh langsung tak kuat menahan kesedihannya. Dia memilih keluar dari ruang sidang, bersandar di tembok dan tangisnya terdengar sesegukan.
Sedangkan kedua terdakwa dengan ekspresi tanpa bersalah sempat mengobrol sebelum sidang di mulai. Terlihat kedua terdakwa sempat saling tersenyum dan bercanda.
Dalam sidang tersebut, Jaksa membacakan nota tuntutan dengan tuntutan hukuman mati karena terdakwa terbukti telah melakukan pembunuhan secara sadis dan memberikan luka mendalam bagi keluarga korban. Selain itu juga terbukti merencanakan pembunuhan tersebut.
Setelah pembacaan tuntutan, ibu korban menangis sambil berjalan keluar dari ruang sidang. "Hukuman mati saja tidak cukup, lepasin mereka, gebuk ramai-ramai sampai mati," ujar Mufidoh saat keluar dari ruang sidang.
Ayah Almarhumah Eno, Arif Fikri terlihat lebih tegar. Saat keluar dari ruang sidang, Arif mengatakan akan terus mengikuti jalannya sidang hingga pembacaan vonis. "Jika ada hukuman yang lebih berat dari hukuman mati, itu yang harusnya pantas," katanya.