Sabtu 21 Jan 2017 23:55 WIB

Ini yang Harus Diperhatikan untuk Menjadi Pilot Profesional

Ilustrasi Pilot Pesawat
Foto: pixabay
Ilustrasi Pilot Pesawat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak sedikit anak-anak yang bercita-cita menjadi pilot. Pasalnya, pilot disebut sebagai profesi yang mentereng. Dari sisi penampilan fisik, terlihat gagah dengan baju yang bertanda pangkat dan wing penerbang tersemat di dada. Dari sisi penghasilan, di atas rata-rata bahkan untuk pilot yang newbie sekalipun dibanding karyawan biasa.

Selain itu, pilot juga bisa terbang dan mengunjungi tempat di mana-mana, baik di nasional maupun internasional. Tapi, untuk menjadi pilot juga tidak mudah. Begitu juga mempertahankan lisensi dan menjalankan profesi pilot, ternyata juga tidak gampang. Bahkan boleh dikata, profesi pilot adalah profesi beresiko tinggi.

Menurut seorang pilot sebuah maskapai penerbangan, Sudiman, seorang pilot harus memiliki Penguasaan yang baik dalam teknik penerbangan dan hal itu harus ditunjukkan pada penguji (inspektur) resmi dari otoritas penerbangan setempat, baik dengan tes di darat maupun tes terbang. Barulah seseorang nanti bisa mendapatkan sertifikat atau lisensi penerbang privat (Private Pilote Licence/ PPL) dilanjutkan lisensi penerbangan komersial (Commercial Pilot Licence/ CPL) dan Instrument Rating (IR).

 “Yang harus diingat, biaya sekolah pilot ini tidak murah. Untuk sekolah swasta, biayanya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Sedangkan untuk sekolah negeri milik Pemerintah, biayanya puluhan juta rupiah. Tentu saja untuk masuk sekolah negeri ini seleksinya lebih ketat dibanding swasta," ujar Sudiman di Jakarta Sabtu (21/1).

Selain itu, Sudiman juga mengatakan, untuk konteks seorang calon pilot yang memiliki tujuan menjadi seorang pilot professional dalam hal ini yaitu menjadi pilot yang bekerja di maskapai penerbangan baik berjadwal maupun tidak berjadwal. Selain harus lulusan sekolah penerbangan resmi yang sudah terakreditasi oleh dephub udara.

“Sang calon pilot juga harus memiliki jiwa dan mental yang kuat untuk menghadapi proses belajar dan pengembangan diri yang tidak pernah berhenti sepanjang masa karirnya menjadi pilot di maskapai tempat ia bekerja, dari mulai masuk hingga pensiun," ucap dia.

Selain mahir dalam mengoperasikan pesawat, lanjut Sudiman, pilot juga dituntut untuk bisa bekerjasama dengan pihak lain. Karena operasional penerbangan pada dasarnya adalah kerjasama antara beberapa pihak yang setara. Di antaranya dengan personel navigasi penerbangan, teknisi pesawat, personel maskapai di darat dan  personil bandara.

“Semua pilot penerbangan sipil yang beroperasi di Indonesia juga wajib secara disiplin mematuhi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) atau Civil Aviation Safety Regulation Republik Indonesia (CASR RI). Hal tersebut untuk memberi jaminan keselamatan penerbangan kepada penumpang dan awak pesawat serta orang lain yang bisa terkena dampak," ucap dia.

Ia menjelaskan, PKPS atau CASR RI adalah aturan keselamatan yang diadopsi dan dikembangkan Ditjen Perhubungan Udara dari aturan-aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau International Civil Aviation Organization yang berupa Annexes.

“Memang, begitulah seorang pilot. Dituntut harus benar-benar disiplin diri dan bekerja profesional. Karena mereka harus mengutamakan keselamatan dan kemanan penerbangan di atas segala-galanya, bahkan di atas kenyamanan penumpang.

"Ada istilah di dunia penerbangan yang harus selalu diperhatikan, yaitu: the sky is very vast, but there’s no room for error.”

Sudiman juga mengingatkan, jika melanggar aturan-aturan tersebut, atau ceroboh dalam mengelola kesehatan fisik dan mental masing-masing, akibatnya sangat fatal. Bisa mengakibatkan kecelakaan pesawat yang berakibat maut, baik bagi pilot maupun orang lain seperti awak kabin, penumpang maupun orang-orang yang terkena.

“Selain itu, pilot juga bisa dikenai sanksi, baik ringan maupun berat. Sanksi paling berat adalah pencabutan lisensi pilot. Jika sudah demikian, seseorang tersebut tidak lagi bisa menjadi pilot seumur hidup," kata dia mengakhiri.

Sebelumnya dunia penerbangan Indonesia dihebohkan dengan kasus seorang pilot yang diduga mabuk. Kementerian Perhubungan pun akan melibatkan operator bandara, dalam hal ini petugas keamanan penerbangan, dalam pemeriksaan kondisi kesehatan pilot. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan selanjutnya operator bandara akan melakukan verifikasi kondisi kesehatan sebelum penerbangan.

"Pelimpahan kewenangan saja, karena pada dasarnya maskapai itu secara mandiri dan bertanggung jawab atas proses itu. Dalam peraturannya tidak ada intervensi lain, kedewasaan mereka harus ada, faktanya ini dilanggar," katanya di Jakarta.

Bahkan, Budi mengatakan, bila perlu operator bandara bisa menentukan untuk tidak mengizinkan pilot menerbangkan pesawat jika kondisinya dinilai tidak layak terbang. Menhub akan mengeluarkan suara edaran mengenai kerja sama antara operator dan maskapai dalam pemeriksaan kondisi pilot tersebut.

Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Muzaffar Ismail mengatakan maskapai dituntut menjamin kesehatan dari kru penerbangan. "Sekarang ini kita tuntut dia, dia harus punya sistem bagaimana menjaga krunya untuk keadaan sehat," katanya.

Dia menjelaskan berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil, pemeriksaan kru penerbang harus dilakukan setiap enam bulan, namun itu belum dipatuhi oleh maskapai. Karena itu, menurut dia, butuh peran petugas keamanan penerbangan untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan kondisi buruk penerbang atau kru kabin.

"Kalau hazard (risiko) sudah di depan mata, dia lapor ke atasannya, nanti ditindaklanjuti," katanya.

Direktur Operasi dan Teknik PT Angkasa Pura II telah memerintahkan petugas keamanan penerbangan tidak hanya berfokus pada barang berbahaya, tetapi juga memeriksa perilaku awak atau kru. "Misalnya kalau kru sempoyongan kayak kemarin atau kru yang jalan tapi mulutnya bau alkohol. Itu kita akan kawal kita serahkan pada maskapainya, kita buat berita acaranya," katanya.

Namun, kata Djoko, operator bandara tidak berwenang melarang pilot atau kru terbang karena itu merupakan otoritas maskapai. "Kalau masih terbang itu tanggung jawab di maskapai, kita enggak bisa (melarang), airline (maskapai) yang bertanggung jawab," katanya.

Untuk memperketat pengawasan, Djoko mengatakan, operator bandara akan memasang kamera pengintai (CCTV) di ruang Flight operations (Flop) saat rapat singkat pilot dan kru kabin pesawat. "Kita mau pasang CCTV untuk memonitor dikerjakan atau tidak. Itu instruksi Menteri," katanya.

Kamera pengintai, menurut dia, akan dipasang di 13 bandara di wilayah kerja Angkasa Pura II. "Kami akan cek ulang, sekarang sedang proses. Kita lakukan seperti itu di 13 bandara, sudah kita instruksikan semua pakai video conference, memang butuh anggaran, tapi tidak besar," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement