REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) mengadakan acara bertajuk “Silaturrahim Ulama dan Tokoh Umat untuk Keadilan dan Terjaganya NKRI Tercinta” pada Kamis (19/01), kemarin. Acara yang melibatkan para ulama dan tokoh-tokoh nasional ini bertempat di Aula Buya Hamka, Kompleks Al Azhar Jakarta.
Selain bertujuan menguatkan persatuan, GNPF juga ingin menampung saran dan masukan dari para ulama serta tokoh umat dan bangsa. Para pimpinan dan pengurus GNPF memandang penting untuk sering duduk bersama bermusyawarah seperti ini.
Dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, GNPF berharap acara ini akan menciptakan “persaudararaan akbar umat Islam”. Ta’liiful quluub (terpautnya hati) para ulama dan tokoh sangat penting sebelum berunding membicarakan masalah keumatan.
Isu-isu penting terkait masalah keumatan perlu dibahas dan diselesaikan bersama. Selain isu penistaan agama, saat ini berkembang juga isu-isu lain yang semakin menyudutkan ulama. Salah satu contohnya adalah tuduhan “intoleran” serta kriminalisasi ulama.
Saat ini, umat Islam dihadapkan pada banyak masalah yang mengancam umat dan bangsa. Bukan hanya aliran sesat dan ideologi terlarang seperti komunisme. Permasalahan ekonomi juga menjadi tantangan yang perlu diselesaikan bersama.
Dalam acara ini, GNPF juga menegaskan tidak akan berhenti menyuarakan ketidak adilan. Ini adalah bentuk inkarul munkar yang saat ini mulai meredup syi’arnya.
Wakil Ketua GNPF, Zaitun Rasmin mengatakan, GNPF akan tetap menempuh cara-cara yang konstitusional. Inkarul munkar sebagai pilar “khairu ummah” sama sekali tidak identik dengan kekerasan dan anarkisme. “Tentu dengan cara-cara yang terbaik, cara-cara yang komprehensif, cara-cara yang sistematis, dan tidak dengan cara yang anarkis,” tegas Zaitun.
Acara ini diikuti tidak kurang dari 200 ulama perwakilan berbagai ormas dan tokoh-tokoh nasional dari berbagai daerah. GNPF berencana membuka perwakilan di seluruh daerah di Indonesia. Dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.