REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Masyarakat dua dusun di Desa Tembawang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, ternyata masih lebih memilih menggunakan uang ringgit Malaysia dalam perniagaan. Bahkan warga setempat sampai tidak menerima rupiah dalam bertransaksi.
"Dua dusun di desa kami 100 persen menggunakan uang ringgit Malaysia. Coba saja kita transaksi di sana, orang tidak menerima rupiah," ujar Kepala Desa Tembawang, Gak Muliadi saat dihubungi di Sanggau, Sabtu (14/1).
Muliadi menjelaskan, dua dusun yang belum menggunakan rupiah dalam transaksi adalah fakta bahwa akses perhubungan ke ibu kota kecamatan dan lainnya sangat minim, sedangkan ke Malaysia meskipun sulit, tetapi sangat dekat.
"Waktu tempuh ke Malaysia sekitar 15-30 menit. Sedangkan dari desa kita menuju ke kota kecamatan butuh delapan sampai sepuluh jam dan itu hanya bisa mengunakan jalur air," kata dia.
Ia menambahkan, meski saat ini ada jalan paralel perbatasan, tetap kelayakannya masih jauh untuk digunakan. Dengan kondisi tersebut, katanya, wajar masyarakat memilih berniaga ke negara tetangga. "Jual dan beli warga kami lebih ke Malaysia. Produk lokal yang sering dijual ke Malaysia, misalnya, lada. Sementara barang kebutuhan hidup, misalnya, makanan sehari-hari dibeli dari Malaysia," kata dia.
Muliadi menyampaikan di desanya terdapat 10 dusun terdiri 672 KK dengan 3.200 jiwa. "Persoalan yang ada tentu diperhatikan semua pihak terutama pemerintah, "katanya.
Ia menyakinkan bahwa meski perekonomian di desanya bergantung pada Malaysia, namun jiwa Indonesia masih tertanam di masyarakat setempat.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar, Dwi Suslamanto menyatakan, masalah mata uang di dua dusun di Desa Tembawang menjadi pekerjaan rumah dan perhatian serius pihaknya.
"Kondisi itu menjadi PR kami. Tetapi kondisinya memang tidak memungkinkan untuk setiap bulan melakukan kas keliling. Kita akan berkonsultasi dengan pusat agar masalah ini ada jalan keluarnya bagi masyarakat," kata dia.