Senin 09 Jan 2017 19:02 WIB

Ini yang Membuat PDIP Ingin Ganti Sistem Suara Terbanyak

Sekjen PDIP, Hasto Kristanto
Foto: istimewa
Sekjen PDIP, Hasto Kristanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan akan mengusulkan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka (suara terbanyak) menjadi proporsional tertutup (caleg terpilih berdasar nomor urut). Proporsional terbuka membuat pemilu menjadi mahal dan caleg berpeluang terpilih hanya mereka yang memiliki uang.

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto melihat penerapan sistem proporsional terbuka membuat sistem pemilu menjadi rumit dan berbiaya mahal. Sehingga PDI Perjuangan akan mengusulkan penerapan proporsional tertutup.

Penerapan proposal tertutup, kata Hasto, akan membawa penghematan yang sangat besar. Dengan hanya memilih lambang partai saja, maka akan menghemat dari sisi pengadaan logistik pemilu.

Tidak hanya menjadikan pemilu berbiaya mahal, kata Hasto, sistem ini juga membuat untuk menjadi anggota dewan perlu biaya politik yang mahal. "Ujung-ujungnya politik menjadi investasi, yang harus dikalkulasi return-nya bagaimana. Ini yang coba dikoreksi PDI Perjuangan," kata Hasto kepada Republika.co.id.

Dengan pola proporsional terbuka, PDI Perjuangan kesulitan mencalonkan akademisi, budayawan, orang-orang yang punya pemahaman ekonomi kerakyatan. Mereka punya visi yang kuat tapi tidak punya modal dana untuk kampanye. "Ini yang membuat kami mengedepankan proporsional tertutup."

Hasto khawatir liberalisasi dalam sistem proporsional terbuka hanya mengedepankan mereka-mereka yang punya kepentingan politik ekonomi. "Sehingga partai diambil konsultan politik."

Sistem proporsional terbuka juga membuat pemilu menjadi rumit. Akibatnya, kata Hasto, makin rawan terjadinya kecurangan. Semakin simpel sistem pemilu maka kecurangan semakin bisa diminimalkan. Proporsional terbuka di negara-negara Afrika dalam praktiknya semakin mudah dimanipulasi.

"Semakin komplek pemilu makin mudah dimanipulasi, dan semakin komplek pemilu maka akan memunculkan resiko baru," ungkapnya.

Sekalipun partai yang punya otoritas menetapkan calon anggota legislatif, kata Hasto, bukan berarti partai bisa asal-asalan mencalonkan. Menurutnya, harus dibuat UU yang mengatur proses rekruitmen calon. Prosesnya dilakukan dalam tahapan-tahapan yang sistemik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement