Sabtu 07 Jan 2017 05:33 WIB

Understanding GAP Kemenkeu vs JP Morgan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi Kuliah Umum di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Kamis (5/1).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara saat konferensi pers terkait pengesahan asumsi makro dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (27\10)

Kedua, Menkeu menilai bahwa prestasi ekonomi Indonesia selama 2016 cukup bagus. Inflasi hanya 3 persen, kurs rupiah sedikit menguat atau lebih baik dari asumsi di APBN 2016 yang Rp 13.500, defisit transaksi berjalan masih dibawah 2 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5 persen.

Dengan beberapa catatan prestasi tersebut, kenapa rating Indonesia sebagai  negara tujuan investasi diturunkan sekaligus 2 peringkat. Inilah yangg dinilai Kemenkeu bhw riset JPM Nop 2016 sebagai tidak kredibel dan tidak fair.

Sementara itu, pemerintah menyadari betul bahwa utang valas negara cukup besar dan bagian kepemilikan asing atas Surat Utang Pemerintah per 31 Des 2016 telah mencapai Rp 665T,- suatu jumlah yg cukup besar bila dibandingkan dengan kemampuan likuiditas APBN, bukan sekedar rasio utang terhadap PDB.

Tentu saja pemerintah mengkhawatirkan bila para investor asing itu lari gara gara hasil riset JPM. Arus balik modal seperti itu, -bila terjadi,- bisa seketika menjungkalkan kurs rupiah terhadap valas. D ilain pihak, JPM mengarahkan hasil risetnya bukan terhadap tahun 2016 (masa lalu) tetapi sebagai rekomendasi investasi ke depan (2017).

JPM melihat potensi ancaman terhadap ekonomi Indonesia di tahun 2017. JPM melihat Indonesia akan sangat memerlukan suntikan ‘cash’ untuk menolong APBN-nya yang dalam 10 th treachery ini realisasi penerimaan pajaknya jauh dibawah target. Bahkan utk th 2016 yg lalu shortfall penerimaan perpajakannya mencapai Rp 256 triliun

Bisa jadi JPM mempertimbangkan shortfall penerimaan pajak yg berkepanjangan sementara defisit maksimum APBN sudah di tetapkan dlm undang undang maksimum 3% PDB, bisa mengakibatkan pemerintah mengalami kesulitan atau gagal bayar atas utang utangnya yang jatuh tempo.

Di sini JPM bertindak sebagai advisor yang ingin melindungi atau menjaga investor dari risiko kerugian. Bukankah sekarang ini utang lama yang jatuh tempo sebagian dibayar dengan utang baru; bahkan bunga atas utang lama itu dibayar dengan utang baru atau yg biasa di sebut dengan defisit keseimbangan primer APBN.

Selain itu, JPM juga mempertimbangkan ancaman kenaikan suku bunga dolar oleh The Fed dlm th 2017 yg bisa berdampak pd turunnya kurs rupiah akibat capital outflow.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement