REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi PKS DPR bidang ekonomi dan keuangan, Ecky Awal Muharram menyesalkan kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB. Ecky juga meminta supaya tak saling melempar tanggung jawab atas polemik kenaikan tersebut.
"Kenaikan biaya pengurusan STNK sebesar dua hingga tiga kali lipat itu tidak masuk akal dan membebani rakyat," ujarnya, Jumat (6/1).
Sebab, kepemilikan kendaraan bermotor terutama roda dua didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Menurut Ecky, pemerintah tak memiliki alasan kuat menaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB dengan harga yang fantastis. Meskipun pemerintah mengatakan dalam enam tahun belum melakukan penyesuaian tarif sehingga perlu disesuaikan terhadap inflasi.
"Jika ini alasannya, bisa kita hitung dan semestinya hanya 25 sampai 30 persen. Kenaikan hingga dua sampai tiga kali lipat tidak bisa dijustifikasi," katanya.
Ecky menambahkan, jika kenaikan tersebut untuk menggenjot penerimaan negara, seharunya mencari cara yang lebi kreatif dan berkeadilan. Ecky mencontohkan, pengampunan pajak diberikan kepada masyarakat kelas atas. Sedangkan masyarakat bawah dibebani dengan kenaikan STNK dan BPKB.
Dengan begitu, pemerintah terkesan kehabisan akal menaikkan penerimaan negara yang dua tahun belakangan ini selalu defisit. Ecky menilai, wajar masyarakat menengah kebawah kecewa atas kebijakan tersebut.
Sebab secara bersamaan pemerintah juga menaikkan BBM dan tarif dasar listrik. Selain itu, harga cabai juga terus merangkak naik.
"Di saat ini ini ironisnya pemerintah malah saling lempar tanggung jawab di media," ujarnya.
"Antara presiden yang mempertanyakan kenaikan tarif padahal beliau sudah menandatangani PP-nya serta Menteri Keuangan dan Kapolri satu sama lain mengelak bahwa kenaikan ini karena usulan mereka. Pemerintah harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan kenaikan ini," kata Ecky.
Seperti diketahui pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku mulai 6 Desember 2016. PP ini mulai berlaku hari ini, Jumat 6 Januari 2017.