Jumat 23 Dec 2016 22:30 WIB

AJI Sebut Baru 5 Persen Media Online Terdaftar di Dewan Pers

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ilham
Dewan Pers
Foto: repro matanews
Dewan Pers

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pusat, Suwardjono mengatakan, baru lima persen media online yang terdaftar di Dewan Pers. Hingga saat ini, ada sekitar 14 ribu media online yang terpantau oleh AJI.

"Dari belasan ribu media online yang terpantau, memang baru lima persen saja yang sudah terdaftar di Dewan Pers. Kebanyakan dari media online tersebut belum merasa perlu mendaftarkan diri sebagai anggota atau belum memahami arti penting mendaftarkan diri," ujar Suwardjono kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (22/12).

Menurutnya, syarat untuk mendaftarkan diri di Dewan Pers pun tidak sulit. Media tersebut di antaranya harus memiliki badan hukum, beralamat jelas, dan konten berita telah memenuhi kode etik jurnalistik.

Suwardjono menilai, keengganan untuk mendaftarkan diri juga disebabkan kurangnya sosialisasi dari Dewan Pers. "Sebaiknya Dewan Pers lebih banyak mensosialisasikan perihal pendaftaran ini," tambah dia.

Terpisah, Sekjen AJI Pusat, Arfi Bambani mengatakan, status terdaftar penting bagi sebuah media. Sebab, saat ini bermunculan media yang tidak bekerja sesuai standar jurnalistik. "Media seperti itu tidak punya kantor, tidak berbadan hukum, tidak memiliki reporter tetapi mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat," kata dia.

Praktik media yang tidak etis ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap wartawan mulai menurun. Akibatnya, media yang sudah menerapkan standar kerja jurnalistik tetap tidak dipercaya kredibilitasnya.

"Kami mengimbau kepada media agar meningkatkan standar kerja. Selain meningkatkan kredibilitas, usaha ini juga menghindarkan praktik kekerasan terhadap wartawan," kata dia.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh AJI Pusat, tercatat 125 laporan kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2016. Dari jumlah itu, 78 kasus kekerasan disebabkan oleh pemberitaan.

Sementara puluhan kasus lain disebabkan masalah di luar pemberitaan, seperti tindakan pidana yang dilakukan  jurnalis. Berdasarkan catatan AJI, jumlah kasus kekerasan pada 2016 merupakan yang tertinggi sejak 2014. Pada 2014 dan 2015, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis rata-rata hanya tercatat sebanyak 40 kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement