REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menemukan bahwa banyak pelanggaran HAM yang terjadi selama proses penggusuran paksa dan pemindahan warga DKI ke rumah susun (rusun). Pelanggaran semacam itu terjadi mulai dari masa pemerintahan Gubernur DKI Sutiyoso, Fauzi Bowo (Foke), Joko Widodo (Jokowi), hingga Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Survei LBH: Korban Penggusuran Makin Miskin Setelah Pindah ke Rusun
Menurut hasil survei lembaga itu, penggusuran paksa menggunakan jasa TNI di Jakarta berada di angka 71 persen, sedangkan keterlibatan Polri mencapai 88 persen. “Penggusuran paksa yang terjadi di Ibu Kota juga tidak menghormati hak bermukim 47,5 persen warga yang telah menetap selama lebih dari 20 tahun di atas tanah yang mereka tempati,” ujar Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, Rabu (21/12).
Tak hanya itu, 63 persen penggusuran di DKI dilakukan tanpa adanya proses dialog dan musyawarah. Sebanyak 77,8 persen korban penggusuran mengaku tidak memperoleh akses bantuan hukum selama proses penggusuran berlangsung. Sementara, 65,5 persen korban juga menilai rusun bukan ganti rugi yang layak buat mereka.
Selain itu, akses kesehatan dan pendidikan keluarga penghuni rusun ternyata tidak sebaik yang digembar-gemborkan oleh Ahok selama ini. LBH Jakarta menemukan bahwa hanya 40,2 persen penghuni rusun yang memiliki Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Sementara, sebanyak 59,8 persen lagi mengaku tidak memiliki kedua ‘kartu sakti’ tersebut.
Penelitian LBH kali ini menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan HAM (right-based approach). Setiap informasi yang diperoleh dari hasil survei ditelusuri lebih dalam dengan metode wawancara dengan para perwakilan komunitas.
Survei pada penelitian ini dilaksanakan terhadap 250 orang penghuni rusun dengan karakteristik kepala keluarga (orang yang menjadi pencari nafkah utama di dalam keluarga, baik laki-laki ataupun perempuan). Para informan juga merupakan korban penggusuran paksa sebelum menjadi penghuni rusun.
Survei dilakukan pada kurun waktu 9 April 2016 sampai dengan 17 April 2016. Survei dilakukan di 18 rusun sederhana sewa (rusunawa) yang dihuni oleh korban penggusuran paksa di wilayah DKI Jakarta.