Jumat 16 Dec 2016 18:58 WIB

Teknologi Hijau Bantu Pecahkan Masalah Limbah Industri

Ilustrasi
Foto: IST
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Teknologi hijau (green technology) diyakini dapat membantu memecahkan masalah limbah industri secara fundamental, karena dapat mengeliminir sumber masalahnya. Hal itu diungkapkan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB Prof Dr Ing Ir Suprihatin, IPU, di Bogor, Jumat (16/12).

"Teknologi hijau memanfaatkan sains lingkungan terkini dengan prinsip-prinsip rekayasa yang pro-lingkungan, mencakup input, proses, produk, dan sistem idustri," katanya.

Ia mengatakan industri menghadapi persoalan limbah, berbagai peraturan lingkungan diberlakukan secara ketat. Sehingga, penanganan dan pembuangan limbah menjadi semakin sulit dan mahal.

Menurutnya, tekanan regulasi dan biaya lingkungan tersebut saat ini tampak semakin jelas di seluruh mata rantai pasok produksi industri, mulai dari penyediaan bahan baku, pra-produksi, proses produksi, penjualan, penggunaan, hingga pembuangannya, yang menghambat pendirian industri baru. "Ini mengancam keberlanjutan industri yang sudah ada," katanya.

Sebagaimana teknologi pada umumnya, lanjut dia, inovasi teknologi hijau dapat memiliki tiga makna, yakni perangkat dan instrumen (tools dan instrument) untuk meningkatkan kemampuan manusia "merekayasa" alam (proses, produk dan sistem) dan memecahkan masalah praktis serta pengetahun untuk membuat/memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. "Teknologi hijau juga memiliki makna sebagai budaya dalam pemahaman tentang dunia dan sistem nilai," katanya.

Ia menjelaskan, di bidang agroindustri, potensi ruang penerapan teknologi hijau sangat besar, mencakup teknologi bahan baru (biomaterial, bioproduk), energi baru/terbarukan, teknologi proses dan sistem, dan teknologi pemanfaatan atau pengolahan limbah atau residu.

Menurutnya, dengan teknologi kemurgi, komoniti, dan biomassa pertanian yang ketersediaannya sangat melimpah di Indonesia dapat ditransformasi menjadi produk-produk industri non-pangan dan energi terbarukan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan ramah lingkungan.

"Puluhan produk kemurgi telah diteliti secara mendalam baik secara teoritis maupun eksperimental, dan dinilai sebagai produk yang prospektif secara komersial," katanya.

Produk kemurgi tersebut seperti bioenergi, furfural, butanadiol, butadiena, eti laktat, alkohol lemak, furfural, gliserin, isoprena, asam laktat, propanadiol, propilen, glikol dan produk eleokimia dan sukrokimia lainnya.

"Produk berbasis komoditi dan biomassa pertanian dapat sebagai substitusi bahan kimia sejenis yang diturunkan dari bahan petroleum, sehingga mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, sekaligus meningkatkan nilai tambah hasil pertanian," katanya.

Ia mengatakan, teknologi hijau dapat diterapkan di berbagai tahapan dalam siklus hidup komoditi dan biomassa pertanian, mulai dari kegiatan pertanian, pengemasan, transportasi, distribusi, logistik komoditi dan produk industri, kegiatan industri proses/pengolahan, konsumsi atau penggunaan komoditi dan produk industri pertanian, serta daur ulang, penanganan dan pembuangan limbah.

"Potensi terbesar pertanian adalah sebagai penghasil pangan, energi terbarukan, obat-obatan, bahan kimia industri dan bioproduk lainnya sebagai subtitusi bahan sintetik berbasis hasil tambang," katanya.

Ia mencontohkan, kelapa sawit sebagai salah satu industri pertanian yang mendapat tekanan isu lingkungan sangat kuat, terutama tekanan dari luar negeri. Oleh US EPA, produk turunan kelapa sawit Indonesia digolongkan sebagai tidak ramah lingkungan, sehingga daya saing produk kelapa sawit jadi berkurang di tingkat internasional.

Menurutnya, salah satu kesulitan menangkal isu lingkungan tersebut, terutama terletak pada kekurangan basis data tentang aspek lingkungan industri kelapa sawit di Indonesia.

"Salah satu penyebab masalah lingkungan industri sawit kasa (crude palm oil/CPO) adalah limbah cair yang dihasilkan," katanya.

Ia menambahkan, limbah cair mengandung bahan organik dalam konsentrasi yang sangat tinggi, dan selama ini ditangani dengan cara relatif sederhana yakni dengan mengalirkan ke dalam kolam.

Melalui orasi guru besar IPB yang akan dilaksanakan Sabtu (17/12) besok, Prof Suprihatin menyampaikan gagasannya terkait limbah industri kelapa sawit. Emisi metana dari kolam stabilitas limbah cair industri CPO dapat direduksi khusus sehingga memungkinkan untuk menampung dan memanfaatkan produksi biogas sebagai bahan energi terbarukan sebagai pembangkit listrik.

"Teknologi pemanfaatan limbah cair sebagai sumber energi listrik pada industri sawit kasar dengan kapasitas 1,7 ton tandan buah segar per tahun dapat menghasilkan listrik 42-67 juta kWh, dan mereduksi sekitar 300 ribu ton CO2e per tahun," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement