REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih melakukan impor bebek untuk memenuhi kebutuhan di tanah air. Namun, Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian, Banun Harpini mengaku selama 2016 ini telah menemukan beberapa kali bebek beku ilegal.
"Khususnya yang ilegal itu dari Malaysia," ujar dia kepada wartawan, Jumat (16/12). Selain merusak pasar bebek dalam negeri, dari segi karantina sangat merugikan. "Nggak bisa terima, karena nggak ada sertifikat kesehatannya," ujar dia. Kebanyakan bebek beku ilegal ditemukan di Belawan, Medan, Bakauheni, dan Cilegon.
Tidak hanya bebek, Indonesia beberapa kali juga kebobolan produk impor ilegal atau dengan kata lain selundupan. Berdasarkan data yang dimiliki Badan Karantina, pada 2016 terjadi 2.374 kali penahanan, 1.214 kali penolakan dan 1.480 kali pemusnahan terhadap media pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK) atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).
Itu artinya telah ada sekitar 5.068 kali tindakan karantina. Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan sebesar 56,86 persen dibandingkan tahun 2015 sebanyak 3.231 kali.
Ia mengatakan, temuan ini mengindikasikan Indonesia masih menjadi pasar berbagai produk pertanian belum memenuhi persyaratan dan ketentuan perkarantinaan hewan dan tumbuhan. Impor pangan ilegal juga ditemukan antara lain 1.669.582 kilogram bawang merah yang dimasukkan sebanyak 102 kali, 723.700 kilogram beras sebanyak 9 kali, 160.269 kilogram daging sebanyak 14 kali, 3.100 kilogram daging bebek dan hasil tanaman lainnya.
"Semua itu mencapai nilai ekonomi sebesar Rp 96 miliar," kata Banun.
Bawang merah ilegal banyak dimasukkan dari beberapa pantai timur Sumatera seperti Tanjung Balai Asahan, Belawan, Medan, Tanjung Balai Karimun, dan Banda Aceh. Dari sana, produk ilegal kemudian masuk ke pasar Jakarta dan sekitarnya.
"Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya sekitar 200-an pelabuhan-pelabuhan kecil yang belum terpantau optimal," katanya.
Menurutnya, sulit untuk melakukan pengawasan secara menyuluruh mengingat adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana. Untuk itu, pihaknya menggandeng aparat penegak hukum seperti TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, Kepolisian RI, dan Instansi Kepabeanan. "Kami tidak bisa melakukan tugas pengawasan itu sendiri," tegas dia.
Secara nasional, ia melanjutkan, pihaknya membentuk tim yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan untuk mengawasi peredaran produk ilegal, termasuk gabungan Kementerian Pertanian, BPOM dan Dirjen Bea Cukai.
Ribuan Peternak Terancam Bangkrut
Sekjen Dewan Peternak Rakyat Nasional yang juga anggota Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade M Zulkarnain meminta pemerintah membatalkan izin 7 importir bebek. Sebab, adanya bebek impor dari Malaysia yang ternyata ilegal menyulitkan peternak bebek di kawasan Pantura sampai Banyuwangi menjual produknya.
"Dalam enam bulan terakhir sulit menjual bebek pedagingnya karena harus bersaing dengan bebek impor yang peredarannya semakin meluas," katanya melalui pesan singkat kepada Republika.co.id.
Sulitnya persaingan pasar membuat peternak lokal menjual bebek dengan harga murah, sekitar Rp 19 ribu per kilogram. "Padahal sebelumnya mereka bisa menjual Rp 24 ribu per kilogram," lanjut Ade.
Ia menejlaskan, pemerintah telah memberikan izin kepada tujuh importir untuk memasukkan bebek dari Malaysia ke Indonesia melalui PT Agro Boga Utama, UD Multi Jaya Abadi, PT Indoguna Utama, PT Batam Frozen Food, PT Dewi Kartika Inti, PT Dua Putra Perkasa Pratama, dan PT Global Berkat Sukses.