Jumat 16 Dec 2016 16:38 WIB

KPK Minta Dirut PT MTI Pulang

Tersangka Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, mengenakan rompi oranye seusai diperiksa selama 21 jam, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, mengenakan rompi oranye seusai diperiksa selama 21 jam, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau agar Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah yang menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), kembali ke Indonesia.

"Jadi pada saudara FD (Fahm Darmawansyah) tentu saja kita imbau segera kembali ke Indonesia dan akan lebih baik bagi tersangka kalau yang bersangkutan bekerja sama dengan penegak hukum dan segera menyerahkan diri ke KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (16/12).

Menurut Febri, Fahmi pergi keluar negeri sebelum terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 14 Desember 2016. "Yang bersangkutan berangkat beberapa hari sebelum terjadinya OTT, jadi dua hari yang lalu yang bersangkutan sudah ada di luar negeri namun rincian posisi dan pergerakan kami belum bisa sampaikan," tambah Febri.

Ia juga mengatakan KPK sudah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi dan instansi pemerintah lain terkait pemulangan Fahmi, tapi belum mengirim surat permintaan red notice kepada Interpol.

"Kami belum sampai pada kesimpulan apa perlu dibuat seperti red notice atau kerja sama dengan interpol atau upaya-upaya paksa lain, yang pasti penyidik sedang fokus di beberapa kegiatan memperdalam perkara ini. Kalau yang bersangkutan sendiri bisa pulang sendiri dengan jadwal yang sudah dibuat dengan sendirinya tentu akan lebih efektif dan efisien," ungkap Febri.

KPK juga masih mengembangkan perkara ini apakah ada pihak-pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau pengembangan kasus ke tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kemungkinan TPPU sama dengan kemungkinan pengembangan perkara itu kami gantungkan pada informasi dan bukti yang ada, untuk TPPU kita harus melihat misalnya ada penyamaran aset atau uang dari hasil kejahatan," tambah Febri.

Sedangkan mengenai kemungkinan memanggil oknum TNI, Febri juga mengatakan akan mengkoordinasikan dengan POM TNI.

"Nanti kami koordinasikan, tapi tentu saja kewenangan memanggil saksi itu ada pada KPK khususnya penyidik. Namun karena ini menyangkut dua wilayah hukum jadi kita perlu ada koordinasi agak intensif. Keterlibatan oknum militer masih kita dalami tapi KPK tidak masuk ke wilayah militer, namun sepengetahuan kami memang belum ada militer yang diproses," jelas Febri.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement