REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data hasil riset dari Universitas Indonesia mengenai penyandang disabilitas, dari 12,15 persen penyandang disabilitas di Indonesia, hanya 51,12 persen yang turut berpartisipasi dalam pasar kerja Indonesia. Angka itu lebih rendah dari non-penyandang disabilitas yang berada pada angka 70,40 persen. Bahkan penyandang disabilitas kategori berat hanya 20,27 persen yang berpartisipasi di pasar kerja Indonesia.
Selain itu, lebih banyak penyandang disabilitas yang berkerja di sektor informal (65,55 persen) dibandingkan sektor formal (34,45 persen). Bahkan pekerja informal untuk penyandang disabilitas berat jauh lebih besar lagi (75,8 persen). Sedangkan hang non-penyandang disabilitas 49,27 persen bekerja disektor informal.
"Cukup banyak penyandang disabilitas yang bekerja di sektor pertanian dan pedesaaan, bekerja sendiri atau menjadi pekerja tidak dibayar. Penyandang yang lebih banyak yang bekerja tidak jauh dari tempat bekerja, dan cukup banyak bekerja di rumah," jelas Kepala Tim Riset LPEM FEB Universitas Indonesia, Alin Halimatussadiah dalam peluncuran Jejaring Bisnis dan Disabilitas Indonesia (JBDI) di Jakarta, Jumat (16/12).
Ia juga menjelaskan kondisi pekerjaan yang dialami penyandang disabilitas di Indonesia adalah model pembayaran dari pekerjaan cenderung bukan berbentuk gaji tetap, tapi harian, atau pembayaran berdasarkan output yang dihasilkan. Ini menunjukkan ketidakstabilan penghasilan penyandang disabilitas.
Kondisi lainnya, banyak yang tidak mendapatkan perlindungan asuransi dan
berbagai fasilitas dari tempat bekerjanya, seperti asuransi kesehatan dan kecelakaan serta pensiun.
Selain itu, penyandang disabilitas pada umumnya bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit dari non-penyandang disabilitas, serta upah rata-rata yang lebih rendah perjam-nya. Rendahnya upah ini yang diduga membuat penyandang disabilitas mencari pekerjaan tambahan.
Kemudian, semakin tinggi tingkat pendidikan penyandang disabilitas memang semakin meningkatkan upah dan peluang bekerja. Tetapi peningkatan upah yang didapat karena semakin tingginya pendidikan tidak sebanding dengan apa yang terjadi pada non-penyandang disabilitas. Ini menunjukkan rendahnya nilai investasi pendidikan untuk penyandang disabilitas.