Kamis 15 Dec 2016 16:30 WIB

Komitmen Fee Suap Deputi Bakamla 7,5 Persen dari Rp 200 Miliar

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ilham
 Tersangka Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, mengenakan rompi oranye seusai diperiksa selama 21 jam, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, mengenakan rompi oranye seusai diperiksa selama 21 jam, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap uang senilai Rp 2 miliar turut diamankan dalam operasi tangkap tangan KPK terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi (ESH) pada Rabu (14/12), kemarin. Uang tersebut diduga pemberian suap PT Melati Technofo Indonesia kepada Eko terkait proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla Tahun Anggaran 2016.

"Penyidik mengamankan ESH di ruang kerjanya beserta uang setara Rp 2 miliar dalam mata uang dolar Amerika dan Singapura," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta, pada Kamis (15/12).

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengatakan, pemberian uang Rp 2 miliar itu merupakan pemberian pertama dari proyek tersebut. Adapun nilai proyek satelit monitoring sebesar Rp 200 miliar. Ia pun menduga pemberian uang merupakan bagian dari komitmen fee sekitar 7,5 persen dari nilai proyek. "Dengar-dengar info persetujuan 7,5 persen," kata Syarif.

Syarief mengatakan, Eko merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek monitoring satelit tersebut, dalam jabatan Eko sebelumnya yakni Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla. Ia pun menyesalkan, adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek yang berkaitan dengan pertahanan negara itu.

"Karena pengadaan ini sangat strategis untuk keamanan dan kepentingan RI dan sesuatu yang sangat penting kalau anggaran pertahanan negara saja dikorupsi akan berdampak pada ketahanan RI," kata Syarif.

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Eko Susilo Hadi (ESH) sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya berasal dari PT Melati Technofo Indonesia yakni Fahmi Darmawansyah (FD), Hardy Stefanus (HST) dan Muhammad Adami Okta (MAO) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan di Bakamla.

"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan melakukan gelar perkara, kemudian ditingkatkan status penetapan HST, MAO, FD, dan ESH sebagai tersangka," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta, pada Kamis (15/12).

Keempatnya ditetapkan tersangka pascatangkap tangan KPK pada Rabu (14/12) siang kemarin. Agus mengungkap tiga tersangka bersama satu saksi bernama Danang Sri diamankan KPK seusai penyerahan uang dari pihak swasta kepada Eko Susilo Hadi di Gedung Bakamla, Jalan DR Sutomoz Jakarta Pusat.

Ketiga tersangka ditahan di rutan berbeda usai menjalani pemeriksaan intensif. Eko di Rutan Polres Jakarta Pusat, Hardy di Poldes Jakarta Timur dan Adami di Rutan KPK Cabang Guntur, sementara tersangka Fahmi hingga saat ini masih dalam pencarian penyidik KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement