REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017. Dari survei yang dilakukan 3 hingga 8 Desember 2016, sebanyak 60,3 persen responden menginginkan adanya gubernur baru untuk DKI Jakarta. Hanya 22,1 persen yang tetap mengingin pasangan calon pejawat memimpin di DKI. Sementara 17,6 persen tidak menjawab.
"Ada dua hal yang bisa ditangkap dari hasil survei tersebut. Pertama ada kecenderungan resistensi terhadap pejawat Ahok-Djarot. Kedua, adanya keinginan kuat dari publik di DKI terhadap adanya perubahan kepemimpinan DKI Jakarta," ujar peneliti LSI Adjie Alfaraby di kantor LSI, Jakarta, Rabu (14/12).
Apabila dibandingkan dengan survei LSI sebelumnya, ada kenaikan sentimen dari warga yang menginginkan adanya gubernur DKI baru. Di Maret 2016, publik yang menginginkan gubernur baru hanya 24,7 persen.
Saat itu, elektabilitas Ahok masih kuat yakni di atas 60 persen. Kemudian sentimen yang menginginkan gubernur baru naik menjadi 31,5 persen pada Juli, kemudian 48,6 persen di Oktober, dan pada November menyentuh angka 52,6 persen. Aji menyebut ramainya kasus Al Maidah membuat resistensi terhadap pejawat makin tinggi. Atau dengan kata lain, warga yang menginginkan gubernur baru bertambah banyak.
"Saat itu banyak kasus menimpa Ahok, terutama kasus Al Maidah yang mempunya efek elektoral kuat terhadap elektabilitas Ahok. Sekarang, sudah mayoritas resisten terhadap pejawat atau yang ingin adanya perubahan di DKI," kata dia. Sejak Maret hingga Desember, ada kenaikan publik yang mengingkan gubernur baru, yakni 36 persen.
Survei tersebut menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 440 orang. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuesioner. Margin of error sekitar 4,8 persen.