Selasa 06 Dec 2016 21:31 WIB

‎Longsor Tewaskan 177 Jiwa Selama 2016

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Bencana longsor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Bencana longsor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman bencana longsor terus meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan. Puncak hujan diperkirakan berlangsung pada Januari 2017, sehingga bencana longsor juga diprediksi akan meningkat.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hingga kini longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban meninggal. "Secara nasional selama tahun 2016 telah terjadi 575 kejadian longsor dan menimbulkan 177 orang tewas akibat longsor," ujarnya, Selasa (6/12).

Longsor juga menyebabkan 100 orang luka-luka, 38.506 orang menderita dan mengungsi, 1.069 rumah rusak berat, 987 rumah rusak sedang, 926 rumah rusak ringan, dan puluhan bangunan umum rusak. Diprediksi kejadian longsor ini masih akan terus bertambah mengingat potensi longsor makin meningkat.

Sutopo mengatakan, tren bencana longsor meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Pada 2012 terdapat 291 kejadian longsor, kemudian berturut-turut pada 2013 (296 kejadian), 2014 (600), dan 2015 (515). Namun korban tewas bervariasi tergantung dari besaran longsor yang menyebabkan korban jiwa tewas.

Pada 2012 longsor menyebabkan 119 jiwa tewas, kemudian 2013 (190 tewas), 2014 (372 tewas, 2015 (135 tewas), dan 2016 (177 tewas). Dia menyebut, meningkatnya kejadian longsor di Indonesia disebabkan tingginya kerentanan longsor.

Terdapat 274 kabupaten/kota di Indonesia yang rawan longsor dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah rawan longsor sedang-tinggi sebanyak 40,9 juta jiwa. Artinya 40,9 juta jiwa masyarakat tersebut terpapar langsung dari bahaya longsor. Mereka tinggal di lereng-lereng dan tebing pegunungan dan perbukitan yang rawan longsor. Saat ada pemicunya, yaitu hujan deras, maka terjadi longsor.

Ironinya, kata Sutopo, kemampuan mitigasi baik struktural dan non-struktural masyarakat tersebut masih sangat minim. Bahkan, masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memproteksi diri dan keluarganya sehingga rentan menjadi korban longsor.

Pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) telah banyak melakukan upaya pencegahan longsor, seperti penguatan tebing, pembangunan sistem peringatan dini, sosialisasi, reboisasi dan penghijauan, dan lainnya. "Namun upaya pencegahan seringkali kalah cepat dengan faktor-faktor penyebab longsor sehingga longsor terus berlangsung," katanya.

Sutopo mengatakan, dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kerentanan masyarakat dari longsor juga akan meningkat jika tidak ada perubahan yang nyata. Permukiman harus diatur sedemikian rupa agar masyarakat tidak membangun rumah pada daerah-daerah zona merah dari longsor.

"Zona merah hendaknya tidak dijadikan permukiman, tetapi menjadi kawasan lindung atau resapan air. Penataan ruang harus benar-benar ditegakkan jika kita ingin mengurangi risiko bencana longsor," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement