REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Penasihat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF), Habib Muhammad Rizieq Syihab bersyukur pemerintah memenuhi syarat yang telah disepakati bersama di Aksi 2 Desember lalu.
Mengevaluasi Aksi Bela Islam III pada Jumat (2/12) lalu, Habib Rizieq mengatakan ada penggembosan berupa fitnah aksi tersebut merupakan makar, fatwa ormas bahwa shalat Jumat di jalan tidak sah, hingga menghalangi peserta aksi untuk pergi ke Jakarta.
Kalau menggunakan logika, ungkap Habib Rizieq, harusnya Aksi 2 Desember gagal. ''Jangankan berlipat ganda, menyaingi Aksi Bela Islam I dan II saja tidak bisa,'' ungkap Habib Rizieq menjelaskan.
Juga pernyataan pimpinan keamanan negara yang membuat suasana menjadi tegang. Sejumlah ulama, habaib, dan kiai juga didatangi dan dibujuk agar tidak hadir dalam Aksi Bela Islam III. Ini semua dalam rangka penggembosan habis-habisan.
''Alhamdulillah, setelah komunikasi dan diskusi, akhirnya kami terima permintaan yang diajukan pemerintah,'' ungkap Habib Rizieq di Markaz Syariah, Petamburan, melalui streaming, Ahad (4/12).
Pihak keamanan meminta agar Aksi Bela Islam di Monas dan GNPF-MUI mengikuti dengan beberapa syarat antara lain pintu Monas semua dibuka, pintu tambahan dan pagar-pagar dibuka, dan disediakan toilet yang banyak. GNPF juga meminat yang atur shaf adalah pihak dari GNPF-MUI agar tidak melenceng.
''Keinginan mereka shaf tidak bersambung ke Bundaran HI. Kami hadirkan MUI, Kemenag untuk menentukan arah kiblat. Hikmahnya, kita tidak diizinkan shalat di HI, tapi buntut shaf sampai ke HI,'' ungkap Habib Rizieq.
Syarat lainnya adalah panggung dan pengeras suara diakomodasi pemerintah. Sementara pemegang acara tetap GNPF-MUI dan pengisi acara bisa naik ke panggung atas seizin GNPF. Ia mengatakan sempat ada permintaan beberapa orang untuk naik, tapi ditolak karena dikhawatirkan 'berbelok'. ''Semua syarat alhamdulillah dipenuhi,'' kata Habib Rizieq.