Ahad 04 Dec 2016 19:32 WIB

Pasca 212, Umat Diminta Tetap Kawal Kasus Ahok

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Dewan Pembina GNPF-MUI Habib Rizieq Shihab bersama Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin melakukan orasi usai Aksi Bela Islam III di kawasan silang Monas, Jakarta, Jumat (2/12).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Dewan Pembina GNPF-MUI Habib Rizieq Shihab bersama Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin melakukan orasi usai Aksi Bela Islam III di kawasan silang Monas, Jakarta, Jumat (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai Aksi Bela Islam III pada Jumat (2/12), umat Islam diminta tetap mengawal kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ruang dialog bagi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF) dan pemerintah juga tetap terbuka untuk bisa dimasuki.

Ketua Dewan Penasihat GNPF, Habib Muhammad Rizieq Syihab meminta setelah Aksi Bela Islam III, umat Islam tetap mengawal kasus Ahok dengan ketat, jangan sampai lalai. Pihaknya mendapat kabar salah satu jaksa yang mewakili pihak penutut adalah seorang Nasrani. Hal itu sedang ditelusuri.

''Kalau miring mendukung Ahok, maka tidak boleh dia didudukkan mewakili kita menuntut Ahok. Kalau sudah lengkap, nanti kami datangi lagi Kejakgung. Kami minta jaksa yang mewakili adalah yang senior, yang memiliki ghirah, dan bisa bedakan mana penistaan dan mana bukan,'' tutur Habib Rizieq di Markaz Syariah, Petamburan melalui streaming di laman media sosial Habib Muhammad Rizieq Syihab, Ahad (4/12).

Masih dalam konteks mengawal kasus Ahok. Habib Rizieq mengatakan, bila melihat jadwal, paling cepat seminggu dan paling lambat dua minggu, Ahok sudah harus di sidang. Pihaknya akan datang ke Kejakgung dan pengadilan untuk meminta jadwal sidang. Kalau sudah ada, jadwal akan diumumkan ke masyarakat agar masyarakat bisa datang saat sidang-sidang Ahok.

Pada Kamis lalu sebelum Aksi Bela Islam III, kata Habib Rizieq, Ketua MUI diajak bertemu empat mata dengan Presiden. Kepada Presiden, Ketua MUI menyampaikan bila tidak ingin ada Aksi Bela Islam empat, lima, dan seterusnya, maka pemerintah harus membuka pintu dialog. Saat MUI menyampaikan itu, GNPF menyatakan siap kapan saja pemerintah ingin berdialog, GNPF siap hadir.

Karena GNPF tidak pernah anti dan takut berdialog. Silakan Presiden ajak jajarannya dan GNPF juga akan membawa tokoh-tokoh yang dianggap mumpuni dalam urusan kebangsaan untuk berdialog. GNPF akan menyampaikan apa saja yang jadi persoalan. Setelah itu disampaikan, silakan pemerintah untuk menjawab.

Kalau pemerintah bisa jawab dengan jawaban masuk akal dan tidak melanggar konstitusi, GNPF akan mendengar dan taat. Kalau selama ini ternyata kami yang salah, mereka siap minta maaf dan ikut pemerintah. ''Tapi kalau pemerintah menjawab tidak sesuai konstitusi, maka pemerintah harus siap diluruskan. Kita bantu luruskan. Ayo kita perbaiki dan kita bangun negeri ini,'' ungkap Habib Rizieq.

Kalau pemerintah tidak mau berdialog atau tidak mau diluruskan, jangan salahkan umat kalau ada Aksi Bela Islam empat, lima, seribu, dua ribu dan seterusnya. Umat tidak lelah berjuang sampai masuk surga. Seorang mukmin tidak sampai kenyang dengan kebaikan sampai kakinya menjejak surga.

''Kalau orang Betawi punya pepatah, kalau anak salah, kasih nasihat satu, dua, tiga. Kalau masih ngeyel, tempeleng. Kalau Aksi Bela Islam satu, dua, tiga tidak mempan, tidak ada Aksi Bela Islam empat, yang ada revolusi,'' kata Habib Rizieq.

Jadi, lanjut Habib Rizieq, jika pengadilan membebaskan Ahok, umat tidak lagi ke Istana, Monas, atau HI, tapi ke MPR DPR. ''Gedung DPR itu rumah rakyat. Kalau tidur makan di sana, apa itu makar?'' kata Habib Rizieq.

Karena itu, kepada para pemuda, Habib Rizieq menasihkan agar menjaga kesehatan dan herhenti merokok. ''Kalau berhenti merokok, uangnya ditabung. Jadi kalau ke DPR nanti punya uang, tidak ada yang akan menuduh Saudara dibayar,'' kata Habib Rizieq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement