Selasa 29 Nov 2016 17:52 WIB

Pengaturan Penghapusan Informasi dalam Revisi UU ITE Dinilai Belum Jelas

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
Dalam revisi UU ITE, seseorang dimungkinkan melakukan 'rehabilitasi' nama yang telah diatur pasal 26. Yakni yang mengatur mengenai hak untuk dilupakan, yaitu semacam rehabilitasi nama dalam dunia ITE.
Foto: bahaithought.com
Dalam revisi UU ITE, seseorang dimungkinkan melakukan 'rehabilitasi' nama yang telah diatur pasal 26. Yakni yang mengatur mengenai hak untuk dilupakan, yaitu semacam rehabilitasi nama dalam dunia ITE.

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Pengaturan terkait hak untuk dilupakan (right to be forgotten) dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dinilai belum jelas. Sebab dalam revisi tersebut tidak ada kejelasan mengenai data atau informasi apa saja yang bisa dimintai penghapusannya.

Kepala Divisi Riset Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Asep Komarudin mengatakan, penerapan hak untuk dilupakan berbeda dengan rehabilitasi nama. Hak untuk dilupakan, kata dia, lebih terkait dengan penghapusan informasi yang tidak relevan tentang seseorang. Berbeda dengan rehabilitasi nama yang identik dengan pencemaran nama baik. Indonesia mencontoh Eropa yang telah lebih dulu mempraktikkan hak untuk dilupakan.

Asep berpendapat hak untuk dilupakan yang akan dipraktikkan di Indonesia dapat menimbulkan kerancuan ke depannya. Memang, jika dilihat dari sisi hak asasi manusia (HAM), adanya hak untuk dilupakan merupakan suatu kemajuan. "Tapi kalau dimasukannya ke UU ITE, takutnya malah jauh dari itu karena tidak memenuhi kaidah-kaidah hak untuk dilupakan seperti yang ditegakkan di Eropa saat ini," ujar Asep kepada Republika.co.id, Selasa (29/11).

Hak untuk dilupakan diatur dalam pasal 26 UU ITE revisi. Namun, kata Asep, pasal tersebut tidak mengatur jelas tentang data seperti apa dan lokasi data yang bisa dihapus. Ditambah lagi cara pengajuan penghapusan tersebut juga belum terlihat jelas. "Melihat praktik impunitas di Indonesia, saya takut aturan itu justru akan dimanfaatkan untuk menghilangkan rekam jejak kasus seseorang di masa lalu," kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam revisi UU ITE, seseorang dimungkinkan melakukan 'rehabilitasi' nama yang telah diatur pasal 26. Yakni yang mengatur mengenai hak untuk dilupakan, yaitu semacam rehabilitasi nama dalam dunia ITE.

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mencontohkan, seseorang yang namanya diberitakan negatif karena diduga melakukan suatu perbuatan melanggar hukum, lalu pengadilan memutuskan bahwa dia tidak bersalah, maka semua berita yang menyatakan bahwa dia diduga melanggar hukum wajib dihapus oleh penyedia konten internet sehingga rekam jejaknya kembali bersih.

"Kalau pengadilan memutuskan yang bersangkutan tidak bersalah, maka namanya direhabilitasi. Negara meminta kepada  semua pihak untuk merehabilitasi, termasuk yang di internet menjadi tidak bisa dicari," jelasnya. Permohonan penghapusan informasi berdasarkan inisiatif pihak yang bersangkutan, namun baru akan dilakukan berdasarkan perintah pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement