REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X DPR RI belum menyetujui usulan Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy terkait moratorium ujian nasional (UN). Moratorium UN tidak bisa dilakukan begitu saja dan membutuhkan kajian mendalam.
"Kami belum menyetujui dulu, sepertinya Pak Menteri yang sekarang ini senang membuat kejutan-kejutan tanpa dibahas dulu dengan matang dengan mitra kerja," ujar anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana kepada Republika.co.id, Jumat (25/11).
Komisi X memandang perlu adanya pendalaman sehingga tidak terkesan membuat terobosan-terobosan yang makin membuat bingung dunia pendidikan. Dia menyebut Mendikbud terdahulu, Anies Baswedan, sudah memutuskan bahwa UN tidak menentukan kelulusan. Dan itu sudah membuat lega.
Namun menurut dia UN dibutuhkan untuk pemetaan dan mengetahui pencapaian standard pembelajaran sekolah maupun peserta didik yang dapat dijadikan dasar bagi treatment pada tahun berikutnya.
Politikus Partai Hanura tersebut mengatakan apabila UN dimoratorium, tetap saja pada dasarnya Indonesia membutuhkan bentuk evaluasi lain untuk mengetahui tingkat ketercapaian peserta didik maupun sekolah.
"Maka tentu harus ditetapkan apakah model ujian sekolah, ujian semester atau evaluasi harian yangg dilakukan oleh guru. Tentunya guru pun harus mendapat pembekalan yang memadai kalau bentuk evaluasi ini berubah," ujar Dadang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mendikbud telah mengusulkan moratorium UN di seluruh Indonesia. Moratorium tersebut sudah diajukan kepada Presiden Joko Widodo dan tinggal menunggu persetujuannya. Mendikbud ingin mengembalikan kebijakan evaluasi murid, menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif.
Namun pemerintah tetap menerapkan standard nasional kelulusan masing-masing sekolah provinsi, kabupaten, kota. Mendikbud belum menyebut sampai kapan batas waktu moratorium tersebut. Namun, moratorium akan berlaku mulai 2017.