REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Korps Brimob Polri Irjen Pol Murad Ismail memastikan bahwa pasukan Brimob yang disiagakan untuk mengamankan unjuk rasa 25 November dan 2 Desember 2016, tidak bersenjata.
"Dalam menghadapi pengunjuk rasa, kami semua enggak bersenjata. Kami cuma pakai tameng," kata Irjen Murad di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (24/11).
Sejak aksi unjuk rasa 4 November 2016 hingga saat ini, menurutnya, internal Brimob tetap berstatus siaga 1.
"Tetap siaga (satu). Kami siap mengamankan aksi (unjuk rasa). Semboyan kami pengabdian tanpa batas," katanya.
Ia mengatakan ada sebanyak 50 kompi pasukan Brimob dari 21 polda berbagai daerah yang dikerahkan ke Jakarta untuk mengamankan rencana demonstrasi pada 25 November dan 2 Desember 2016. "Ada 50 kompi Brimob dari 21 polda didatangkan ke Jakarta," kata jenderal bintang dua tersebut.
Jumlah pasukan Brimob perbantuan dari daerah ini meningkat dari saat pengamanan unjuk rasa di Jakarta pada 4 November lalu yang sebanyak 21 kompi. "Yang 4 November (dari daerah dikerahkan) 21 kompi Brimob. Yang sekarang (unras/unjuk rasa25 November dan 2 Desember) dikerahkan 50 kompi," katanya.
Menurutnya, total pasukan Brimob yang akan disiagakan di Jakarta ada 87 kompi yang terdiri atas 25 kompi dari Mako Brimob, 12 kompi dari Polda Metro Jaya dan 50 kompi dari 21 polda-polda luar Jakarta. Ia menyebut 50 kompi Brimob perbantuan daerah ini akan disebar di 39 lokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. "Sedangkan 25 kompi (dari Mako Brimob) dan 12 kompi (Polda Metro Jaya) disiagakan untuk mengamankan Istana dan Gedung DPR/MPR," ujarnya.
Murad menambahkan, pihaknya juga menurunkan 36 unit pasukan anti-anarkis untuk menjaga tujuh lokasi yang tiga di antaranya Istana Presiden, Gedung DPR /MPR dan kawasan Semanggi. "Pasukan ini juga disiagakan di empat lokasi lainnya yakni di lokasi-lokasi yang berpotensi terjadi anarkis, penjarahan," ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya tidak menyebutkan rinci lokasi-lokasi tersebut. Sejumlah organisasi keagamaan berencana menggelar aksi unjuk rasa pada 25 November serta gelar sajadah dan doa bersama pada 2 Desember 2016. Unjuk rasa tersebut bertujuan mendesak polisi agar segera menahan tersangka kasus penistaan agama, Basuki T Purnama alias Ahok.