Rabu 23 Nov 2016 17:36 WIB

Benarkah Umat Islam Hendak Melakukan Makar pada 2 Desember?

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Agus Yulianto
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Isu adanya makar membayangi rencana aksi Bela Islam Jilid III pada Jumat 2 Desember mendatang. Namun, apakah benar umat Islam hendak melakukan makar?

Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan, umat Islam cukup banyak belajar dengan perubahan-perubahan politik di Indonesia. Bahkan, reformasi hanya menghasilkan perubahan person rezim dan tidak signifikan pada perubahan sistemik kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum dalam masyarakat.

Dia mengataka, umat Islam tidak mau lagi terjebak kepada perubahan-perubahan yang parsial dan pragmatis. "Umat Islam cukup tahu diri dan bisa mengukur diri, jika aksi 411 dan 212 ke depan, bukanlah didesain untuk makar menggulingkan pemerintahan Jokowi," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (23/11).

Harits mengatakan, terlalu paranoid jika Kapolri Jenderal Tito Karnavian atau para punggawa negeri ini melabeli rencana aksi 212 sebagai upaya makar. "Jadi, nalar Kapolri Jenderal Tito itu menunjukkan kepanikan dan umat Islam melihat ada something di balik sikapnya yang secara verbal keras dan menekan umat Islam," kata dia.

Menurut Harits, apabila terjadi ketidakpercayaan hubungan antara negara dengan rakyatnya, maka umat Islam bisa menyimpulkan bahwa penguasa-lah yang menyebabkan ketidakpercayaan tersebut.

Pascaaksi damai 4 November lalu, pemerintah memberi waktu dua pekan agar polri menuntaskan kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun, Harits melihat, lagi-lagi umat Islam disuguhi beragam narasi yang intinya umat harus siap menerima hasil gelar perkara yang dilakukan polri di bawah komando Bareskrim.

"Dan yang membuat umat Islam mengelus dada sebagai tanda prihatin dan menahan kesabaran bukan soal putusan Ahok tersangka, tapi sikap verbal Kapolri kembali mengusik nalar sehat dan rasa keadilan umat Islam," ujarnya.

Harits menilai, Kapolri begitu gigih membentengi Ahok agar lolos dari penahanan. Kapolri menyatakan, tidak ada alasan obyektif dan subyektif yang mengharuskan Ahok ditangkap atau ditahan. Dia melihat, umat Islam tidak mau terjebak pada polemik di proses bagaimana kesimpulan tersangka itu muncul.

Logika sederhana umat Islam menampik dan prihatin atas sikap Kapolri, terlebih jika dikomparasikan dengan beragam kasus pidana lainnya. "Umat makin melihat ada something di balik sikap Kapolri begitu keukeh menjadi 'pelindung' Ahok," kata Harits.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement