Selasa 22 Nov 2016 14:31 WIB

Kapolri Akui Penyidik Pecah Pendapat Soal Penahanan Ahok

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ani Nursalikah
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui adanya perpecahan di kubu penyidik dan saksi ahli dalam proses penyidikan kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Tito mengatakan perpecahan terjadi saat berusaha menentukan apakah Ahok harus ditangkap atau tidak. Pasalnya, jika di persidangan Ahok terbukti tidak bersalah dan proses penahanan sudah terjadi, kepolisian bisa dituntut. Tito mengaku amat berhati-hati dalam menindaklanjuti kasus penistaan agama tersebut.

"Kasus-kasus yang rawan saksi ahli terbelah maka penyidik paling aman tidak tahan soalnya kalau dia bebas kita digugat tidak profesional. Tapi kalau nanti dia diputuskan bersalah ya alhamdulilah, kita dibilang profesional," katanya di Kota Tasikmalaya dalam pidato Istighatsah Akbar, Selasa (22/11).

Ia pun mencontohkan kesulitan dalam penentuan penangkapan Ahok itu terjadi seperti dalam kasus kopi sianida Jessica. Dalam memutuskan penahanan terhadap kasus Jessica, ia dan Krisna Murti selaku Direskrimum kala itu sempat ketar-ketir.

"Kasus Jessica semua lihat, apa semua yakin dia bersalah? Apa ada yang berpendapat dia enggak salah? Itu di tingkat penyidikan. Antara saya dan Krisna terbelah mau nahan atau tidak. Persoalannya kalau dia lari ke Australia gimana? Sehingga akhirnya kita putuskan apa pun risikonya tahan aja lah. Kita tahan karena ada kekhawatiran kala itu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement