Senin 21 Nov 2016 14:20 WIB

Pemuda Muhammadiyah: Demi Keadilan di Mata Hukum, Ahok Harus Ditahan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agus Yulianto
  Ketua PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah Khairul Sakti Lubis (kiri), dan Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman (tengah) memberian keterangan kepada wartawan saat pemeriksaan sebagai pelapor terkait penistaan agama di Bareskrim Polri.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah Khairul Sakti Lubis (kiri), dan Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman (tengah) memberian keterangan kepada wartawan saat pemeriksaan sebagai pelapor terkait penistaan agama di Bareskrim Polri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah mendesak Kepolisian RI (Polri) menahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyusul ditetapkan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penodaan agama, pekan lalu. Langkah itu, demi tegaknya keadilan di mata hukum.

"Ada beberapa persyaratan formal yang menyebabkan Polri mesti menahan Ahok selaku tersangka. Salah satunya adalah karena adanya ancaman pidana lima tahun atas kasus yang dihadapinya," ujar Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman, kepada Republika,   Senin (21/11).

Selain ancaman pidana di atas, Ahok juga harus ditahan lantaran berpotensi mengulangi perbuatan pidana serupa. Sebagai buktinya, kata Pedri, mantan bupati Belitung Timur itu kembali melontarkan pernyataan yang menyakiti umat Islam pada Rabu (16/11) lalu.

Ketika itu, dalam sesi wawancara dengan ABC News  Australia, Ahok dengan gampangnya menuduh ratusan ribu peserta Aksi Damai 4 November telah dibayar oleh oknum tertentu sebesar Rp 500 ribu per kepala.

Argumen berikutnya, Ahok harus ditahan karena alasan persamaan di mata hukum. Berkaca dari berbagai peristiwa serupa sebelumnya, setiap orang yang terlibat dalam kasus dugaan penodaan agama selalu langsung ditahan begitu statusnya ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelumnya berjanji akan memeriksa Ahok sebagai tersangka dugaan tindak pidana penodaan agama, Selasa (22/11) besok. Janji itu, disampaikan Tito dalam kunjungannya ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beralamat di Jalan Proklamasi No 51 Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/11) lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement