REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta, Anies Baswedan terus menyambangi permukiman-permukiman warga. Cagub nomor urut 3 itu mengatakan, tujuannya melakukan blusukan bukan hanya sekadar kampanye dan mengambil hati warga untuk memilihnya pada 15 Februari 2017.
"Ini spiritual journey, ada tanggung jawab moral di dalamnya," ujarnya saat berkunjung ke kantor Republika, Kamis (17/11).
Sebab, kata Anies, saat bertemu warga, Anies melihat begitu banyak problem yang dihadapi warga DKI, mulai dari lapangan pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Menurut dia, pendidikan-lah yang akan menentukan 'kelas' seseorang dengan lainnya. "Yang membedakan satu mengantar minum dan satu diantar minum, ya pendidikan," katanya.
Dia menyebut akses pendidikan yang baik akan mampu membuat angka kemiskinan menurun. Sayangnya, tingkat pendidikan di DKI masih tergolong rendah. Angka Partisipasi Murni (APM) di DKI 0,65. Artinya, sepertiga anak di Jakarta tidak mengenyam pendidikan.
Misalnya ada 3.000 anak, maka 1.000 anak diantaranya tidak sekolah. Namun menurut dia, ini bukan kesalahan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). "Bukan salah Ahok, ini program menahun yang didiamkan dan tak pernah diurusi serius," ujarnya lagi.
Banyaknya problem di DKI dinilainya sebagai simbol ironi Indonesia. Redistribusi atas kesejahteraan tidak dilakukan serius. Untuk bidang pendidikan, pasangan Anies dan Sandiaga Uno hendak mewujudkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus jika terpilih menjadi pemimpin DKI.
Berbeda dengan KJP yang sudah ada sekarang, KJP Plus tidak hanya ditujukan untuk anak di sekolah, melainkan juga diberikan kepada anak usia sekolah yang telah putus sekolah. "Dengan KJP Plus, anak putus sekolah bisa ikut kursus sehingga memiliki keterampilan untuk bekerja," jelasnya.