REPUBLIKA.CO.ID, Ibarat sekolah yang seolah jauh dari wilayah pemerintah pusat, padahal dia berada di Kabupaten Bogor. Jika berilang jarak, Kabupaten Bogor terbilang dekat dengan pusat pemerintahan. Namun masih banyak sekolah yang kondisinya rusak parah serta menjalankan praktek sekolah jarak jauh di Kabupaten Bogor.
Belum lagi, ruang kelas rusak yang bisa mencapai ribuan kelas. Begitu pula sekolah jarak jauh yang memang hampir tak terjamah kebijakan.
Belum lama ini, Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia bersama YAPPIKA Jakarta mengunjungi salah satu Kelas Jauh di Kabupaten Bogor. Syamsuddin Alimsyah, Direktur Kopel Indonesia mengatakan maksud dari kunjungan lapangan itu akan dijadikan bahan advokasi, dan masukan bagi DPRD saat melakukan pembahasan RAPBD 2017 yang pembahasannya disebut Syamsuddin terus molor hingga sekarang.
"Kami menurunkan tim untuk mengunjungi langsung sekolah-sekolah di Kabupaten Bogor. Tidak semua sekolah dikunjungi, ini hanya sampel saja. Maklum saja sekolah rusak di Kabupaten Bogor terlalu banyak," kata Syamsuddin.
Tim mengunjugi SDN Sirna Asih yang terletak di kampung Cisarua, Desa Banyuresmi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Kondisi sekolah cukup miris. Ruang kelasnya terbuat dari tenda bambu. Mirip-mirip warung kaki lima, beralaskan tanah beratapkan tenda biru.
Dindingnya juga dari tenda serupa. SDN Sirna Asih menjadi satu-satunya tumpuan harapan para orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Letak kampung yang sangat terpencil dan sulit dijangkau, membuat masyarakat enggan membiarkan anak-anaknya sekolah di luar kampung.
Untuk menjangkau sekolah SD yang dianggap terdekat dari kampung, anak-anak harus berjalan kaki sekitar tiga kilometer. Butuh waktu minimal 1,5 jam untuk menjangkau sekolah dari tempat tinggal mereka. Faktor inilah yang membuat masyarakat enggan menyekolahkan anaknya.
Sekolah ini sangat bergantung dengan SDN Induk Sirna Asih yang letaknya juga sangat jauh. Segala biaya operasional termasuk honor guru bergantung kepada SDN induk. Di sekolah ini terdapat empat guru di luar kepala sekolah. Benyamin, adalah Kepala Sekolah sekaligus guru di SDN Induk. Karena itu, anak-anak setiap harinya lebih banyak diajar oleh guru guru honor.
Meski penampakannya sangat jauh dari layak, namun anak-anak belajar cukup antusias. Ada sekitar 100 lebih murid yang dibagi dalam enam rombongan belajar (Rombel).
Saat mengunjungi sekolah tersebut, Syamsuddin mendapat informasi bahwa keterbatasan ruangan, membuat siswa terpaksa belajar bergantian. "Kelas 1, 2 dan 3, belajar mulai jam 07.00 hingga 10.00 WIB. Dilanjutkan kelas 4, 5 dan 6 pada pukul 10.00 hingga 12.00 WIB. Meski sudah diterapkan bergantian, namun tetap tidak memadai," kata Syamsuddin.
Selain ruang kelas yang jauh dari cukup, sekolah ini juga tidak memiliki halaman seolah. Sebagian anak-anak pun kadang dijumpai belajar sambil mengerjakan tugas di bawah teras teras warga.
Soal fasilitas lainnya, nyaris tidak ada sama sekali. Hanya bangku-bangku murid dan papan tulis yang terpasang di balik tenda biru. Tak ada meja guru, apalagi perpustakaan. Ketika anak-anak kebelet ingin buang air, mereka biasanya lari turun ke sungai yang letaknya cukup dekat.
Sekolah yang berstatus Kelas Jauh ini sudah beroperasi sejak enam tahun yang silam. Rencananya 2017 nanti, Syamsuddin mengatakan kelas 6 sudah akan diikutkan Ujian Nasional (UN). Dari segi potensi murid, sebenarnya kelas yang ada jauh dari cukup. Menurut warga, sekiranya fasilitas sekolah ada, sekitar 300 anak sebenarnya sudah harus mendapatkan pelayanan pendidikan dasar.
"Sayang sekali, meski informasi mengenai kondisi sekolah sudah diketahui DPRD Kabupaten Bogor, namun hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda kampung ini akan dibangunkan gedung sekolah," tambah Syamsuddin.