REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah meyakini bahwa aksi bela Islam ketiga yang rencananya digelar pada 25 November tidak akan berlangsung. Hal ini karena aksi tersebut hanya isu spekulatif yang belum tentu kebenarannya.
"Itu masih isu. Tidak ada kebenarannya sampai sekarang," tutur Haedar saat ditemui di Kantor Pusat PP Muhammadiyah Jalan Cik Ditiro Yogyakarta, Rabu (16/11). Ia meminta agar semua komponen umat Islam tak terprovokasi dengan adanya isu tersebut.
Di sisi lain, proses hukum terhadap Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok sudah menemukan titik terang. Maka itu masyarakat tidak perlu terbawa arus atau bahkan ikut-ikutan untuk mengembangkan berbagai macam prediksi yang keberadaannya tidak bisa dibuktikan. "Apalagi kalau ada yang bilang aksi 25 Nobember itu untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Itu sangat tidak benar," ujar Haerdar.
Menurutnya, sebagai institusi keagamaan, Muhammadiyah berprinsip untuk menghormati dan mengakui keberadaan pemerintahan yang sah. Muhammadiyah akan mengapresiasi kinerja pemerintah yang baik serta memberikan masukan serta kritikan melalui dakwah amal makruf nahi mungkar jika menemukan sesuatu yang salah dan berseberangan dengan keharusan.
Haerdar meminta agar elemen masyarakat tidak terbelah dengan kasus Ahok. Apalagi sampai kehilangan waktu produktif untuk memajukan bangsa ini. Sebab Indonesia masih menghadapi banyak masalah yang harus diselesaikan secara bijak dan cepat.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas. Ia menyampaikan, sebaik-baiknya menyelesaikan masalah adalah melalui ranah hukum. Jika suatu perkara sudah sampai pada proses hukum, semua pihak harus dapat menerima hasilnya. "Di ranah hukum kita sudah bertemu. Jadi tidak perlu lagi tindakan-tindakan lain, apalagi yang bersifat anarkistis," ujar Busyro.