REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, mengingatkan agar pemerintah tak mengabaikan aksi bela Islam pada 4 November 2016. Menurut Fahri, aksi tersebut bisa jadi hanya pemanasan, mengingat masyarakat Indonesia memiliki energi yang sering meledak dalam siklus 20 tahunan.
Fahri mengkhawatirkan energi masyarakat Indonesia ini akan kembali meledak setelah 20 tahun berlalunya tragedi 1998, atau jatuhnya masa orde baru. Jika siklus tersebut kembali terjadi, menurutnya bukan berarti pada 2018 akan terjadi aksi serupa.
"Kayaknya sudah ada pemanasan (aksi 4 November 2016). Tapi ini jangan dianggap sebagai provokasi atau makar ya pak," kata Fahri saat memberi sambutan dalam acara kongres nasional keluarga alumni KAMMI di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Sabtu (12/11).
Fahri menjabarkan, berdasarkan sejarah, meledaknya energi masyarakat Indonesia memang kerap terjadi dalam siklus 20 tahunan. Dimulai dari tragedi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, energi masyarakat Indonesia kembali meledak pada 28 Oktober 1928 melalui peristiwa Sumpah Pemuda.
Kemudian dua puluh tahun berselang, energi tersebut kembali meledak, yakni ditandai dengan pemberontakan PKI tahun 1948. Memasuki Tahun 1955-1956 terjadi peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia.
Tiga puluh tahun berselang, energi tersebut kembali pecah melalui peristiwa kerusuhan Mei 1998. Tahun tersebut juga menjadi akhir dari pemerintahan Orde Baru. Jika siklus itu berlanjut, bukan tidak mungkin, kata Fahri akan terulang pada 2018.
Namun begitu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku keberatan dengan pernyataan Fahri tersebut. Menurut JK, mestinya Fahri tidak hanya menggambarkan peristiwa-peristiwa jatuhnya pemerintahan. Sebab, Indonesia juga menurutnya mempunyai siklus yang menggambarkan kemajuan bangsa.
"Saudara Fahri ini hanya menggambarkan siklus masalahnya saja, harusnya juga menggambarkan siklus kemajuan. Jangan hanya menggambarkan jatuhnya pemerintahan saja tapi juga kemajuan bangsa," terang JK saat memberikan sambutan dalam acara yang sama.