Jumat 11 Nov 2016 05:27 WIB

MUI: Jangan Permainkan Rasa Keadilan Rakyat

Rep: Fuji E Permana/ Red: Damanhuri Zuhri
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Prof Dr Din Syamsuddin mengingatkan Presiden Joko Widodo dan aparat penegak hukum tidak main-main dengan rasa keadilan masyarakat.

Seruan ini disampaikan Wantim MUI usai menggelar rapat pleno yang membahas kondisi keumatan dan kebangsaan terkini, di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (9/11).

"Ini adalah rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI yang anggotanya terdiri dari 70 ormas Islam dan 29 tokoh individual, baik ulama, zuama maupun cendekiawan Muslim, jadi tingkatnya tinggi," ungkap Ketua Wantim MUI, Prof Din Syamsuddin, kepada Republika, Rabu (9/11).

Ia menerangkan, dampak kasus dugaan penistaan agama, kitab suci, dan ulama sudah merambah ke daerah-daerah. Jika penanganannya salah dan tidak berkeadilan serta ada kezaliman, reaksi yang akan timbul tidak bisa dihalang-halangi. "Mungkin MUI tidak sanggup menghalangi umat Islam dan tidak hanya umat Islam," kata Din.

Keadaan menjadi lebih sulit, ungkap Din, karena perkara penistaan agama ini berimpit dengan rasa ketidakadilan ekonomi. Masyarakat tahu, perkara ini hanya salah satu masalah. Di belakangnya ada masalah besar bagi bangsa ini.

"Ada ketidakadilan, ada kesenjangan ekonomi, nah kalau ini berimpitan, itu bukan persoalan kecil. Maka, pemerintah mulai dari Presiden dan aparat hukum, jangan bermain-main dengan rasa keadilan masyarakat," kata Din menjelaskan.

Din berharap, perkara ini jangan sampai mengganggu bangsa yang berbhineka tunggal ika dan majemuk atas dasar agama, suku, budaya dan bahasa ini. Jadi, jangan karena ulah satu orang, kemudian ribut, sibuk, dan kerukunan umat beragama terganggu. Menurut Din, hal tersebut sangat disayangkan dan memprihatinkan.

Karena itu, Wantim MUI mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, jalan terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dengan penegakan hukum yang berkeadilan. "Secara berkeadilan, tepat, transparan, dan memerhatikan rasa keadilan masyarakat," ujarnya.

Wantim MUI, Din melanjutkan, juga melihat perkara penistaan agama tidak ada hubungannya dengan agama lain dan etnik lain. Karena itu, Wantim MUI mengingatkan semua pihak untuk mengambil hikmah, sehingga masalah yang ditimbulkan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak menimbulkan pertentangan antaragama atau etnik.

Wantim MUI juga meminta umat Islam untuk tidak melihat persoalan ini sebagai persoalan perbedaan agama. "Saya minta umat Islam jangan melihat ini sebagai persoalan dengan seseorang yang kebetulan beragama lain, tidak ada urusan dengan agama lain dan etnik lain," ujar mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement