REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia wajib mendapatkan pengaruh positif, terutama berkaitan dengan peningkatan dialog persaudaraan Asia Tenggara dalam Konferensi Internasional Police (Interpol) ke-85 di Nusa Dua, Bali pada 7-10 November 2016. Konferensi ini diikuti 190 negara anggota Interpol dengan perwakilan sebanyak 1.200 orang.
Penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah, menjadi momentum tepat untuk mengakselerasi kerja sama baru dalam dunia kepolisian. “Pemerintah Indonesia harus memberi pengaruh positif dan gagasan yang lebih maju berkenaan dengan penanganan dua isu besar, yakni terorisme dan keamanan maritim,” ujar anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni di Jakarta, Senin (7/11).
Menurut Sahroni, kebijakan strategis pengamanan lintas negara harus diurus dalam nuansa membangun persaudaraan, terutama negara di sekitar Asia Tenggara. Hal itu, kata dia, menjadi urgensi kekinian untuk membangun optimisme baru di antara pemimpin-pemimpin negara yang mengadapi masalah yang relatif sama.
"Kita dan negara Asia Tenggara berhadapan dengan kenyataan isu terorisme, dan sengketa perbatasan serta keamanan maritim,” ujarnya.
Menurut Sahroni, Konferensi Interpol merupakan momentum terbaik untuk membicarakan pengurusan global dalam kerja sama penegakan hukum. Dia menyatakan, Indonesia memiliki banyak agenda pembaruan, mulai tax amnesty, penanganan narkoba, reformasi hukum, dan penguatan edukasi sipil.
"Semua rencana ini perlu dibicarakan dalam kerangka kerja sama global, agar masing-masing negara bisa saling mendukung dalam penegakan hukum,” terang Roni
Karena itu, ia mendorong, reformasi hukum yang sekarang digalakkan Presiden Jokowi, mesti didorong menjadi agenda suksesi Interpol. ”Semua negara saya kira perlu mencermati gagasan ini sebagai usaha untuk membangun dialog baru dan kerjasama yang lebih konkret antarnegara dalam urusan penegakan hukum,” katanya.