REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) membantah tudingan yang dialamatkan kepada anggotanya. Sejak aksi damai 4 November berujung ricuh, HMI dituduh sebagai biang keroknya.
"Sumber kericuhan berasal dari belakang barisan HMI," ungkap Ketua Umum PB HMI Mulyadi P Tamsir saat keterangan pers di Jakarta, Sabtu (5/11).
Pada pukul 18.00 WIB, HMI mencoba merealisasikan komitmennya untuk membubarkan diri sesuai ketentuan batas waktu mengemukakan pendapat di muka umum. Mulyadi mengatakan saat itu massa HMI yang berada di barisan paling depan di depan Istana Merdeka kesulitan mundur. "Soalnya, massa di belakang barisan HMI masih berkumpul," jelasnya.
Mulyadi menyatakan anggota HMI tidak mungkin mundur mengingat kala itu ada dua mobil komando. "Kami kesulitan bergerak lantaran massa di belakangnya terlalu banyak," kata Mulyadi dalam keterangan persnya di Sekretariat PB HMI, Jalan Sultan Agung, Guntur, Jakarta Selatan, Sabtu (5/11).
HMI kemudian memilih duduk sambil menunggu massa di belakang berangsur bubar. "Sekitar pukul 19.30 WIB mulai terjadi kericuhan yang berasal dari belakang barisan HMI," ujar Mulyadi seraya memastikan pemantik kericuhan tersebut tidak berasal dari massa HMI.
Begitu terjadi kericuhan, Mulyadi langsung memastikan identitas pelaku keonaran dalam aksi damai menuntut penyelesaian kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jakarta pada Jumat (4/11) kemarin. "Saya langsung berdiri, menanyakan apakah itu teman-teman HMI, ternyata bukan. Lalu saya bilang agar HMI mundur. Tidak begitu lama lalu gas air mata ditembakkan," kata Mulyadi.
Setelah gas air mata ditembakan, massa HMI saat itu juga langsung berhamburan membubarkan diri. "Kami tidak kembali ke lokasi terjadi kericuhan, bahkan saat terbakarnya dua mobil polisi," ungkap Mulyadi.