Sabtu 05 Nov 2016 18:42 WIB

'Pasukan Pengamanan tak Menggubris Teriakan Kapolri'

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Reiny Dwinanda
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir (tengah), Pembina GNPF-MUI Rizieq Shibab (kanan), Wakil Ketua GNPF-MUI Misbahul Anam (kiri) memberikan keterangan pers terkait aksi 4 November di Jakarta, Sabtu (5/11).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir (tengah), Pembina GNPF-MUI Rizieq Shibab (kanan), Wakil Ketua GNPF-MUI Misbahul Anam (kiri) memberikan keterangan pers terkait aksi 4 November di Jakarta, Sabtu (5/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat kericuhan mengoyak aksi damai 4 November terjadi, ustaz Arifin Ilham masih berada di Istana. Suara tembakan menembus dinding Istana.

"Sontak, Wapres Jusuf Kalla, Menkopolhukam Wiranto, dan Kapolri Jeneral Pol Tito Karnavian terkaget dan memperlihatkan reaksi marah atas kecerobohan petugas keamanan," ujar Ketua Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) ustaz Bachtiar Nasir menceritakan kesaksian ustaz Arifin.

Seketika, Kapolri dan Panglima TNI memerintahkan aparat di lokasi untuk menahan diri dan berhenti menembaki massa. Keduanya berteriak-teriak melalui pengeras suara. "Akan tetapi, perintah keduanya tidak digubris oleh pasukan polisi," ungkap ustaz Bachtiar, masih mengutip pernyataan ustaz Arifin.

Saat ustaz Arifin keluar Istana, pasukan bermotor tengah berputar-putar di kerumunan massa. Mereka yang tak bisa menghindar lantas tertabrak dan ada pula yang sampai tergilas. "Ratusan orang mengalami luka akibat tembakan peluru karet dan terkena dampak gas air mata," jelas ustaz Bachtiar.

Di samping itu, terdapat satu korban tewas dalam aksi menuntut penuntasan proses hukum dugaan penistaan Alquran dan ulama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Syahrie Oemar (65) warga Curug, Tangerang, Banten meninggal dunia karena tidak kuat menahan dampak gas air mata.  Sementara itu, ustaz Arifin terluka oleh lesatan benda tumpul yang diduga peluru karet.

Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menjelaskan pembubaran massa terpaksa dilakukan setelah ada upaya penyerangan terhadap aparat kepolisian dengan bambu runcing. Upaya provokasi tersebut disusul dengan pelemparan botol, kayu, batu, dan benda-benda berbahaya lainnya ke arah petugas. "Sekitar pukul 19.30 WIB diputuskan langkah pembubaran dengan menembakkan gas air mata. Bunyi pelontarnya seperti suara ledakan senjata (api)," ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement